5 Kebohongan yang Wajib Kawan Puan Hindari Saat Melamar Pekerjaan

By Vregina Voneria Palis, Kamis, 6 Mei 2021

Ilustrasi wawancara kerja

 

Parapuan.co - Kawan Puan, persaingan dunia kerja yang semakin kompetitif membuat sebagian orang melakukan segala cara untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan.

Termasuk di antaranya adalah berbohong kepada pihak perusahaan tempat kita melamar pekerjaan. Tentu hal ini jangan sampai kita tiru.

Apalagi, Kawan Puan perlu tahu ada sederet kebohongan yang wajib kita hindari saat melamar pekerjaan. Jika melakukannya, risikonya akan sangat berbahaya.

Sayangnya, beberapa orang melakukan cara kotor ini sebagai upaya agar terlihat lebih menonjol dan dominan dari kandidat lainnya.

Namun satu hal yang perlu Kawan Puan ketahui, kebohongan yang dilakukan ini bisa berubah menjadi bumerang untuk pelakunya.

Baca Juga: Kesalahan Para Pelamar Saat Gagal Dapatkan Pekerjaan Selepas Interview

Melansir dari The Ladder, berikut lima kebohongan dalam mencari pekerjaan yang harus kamu hindari. Yuk kita simak!

1. Latar Belakang Pendidikan dan Sertifikasi

Salah satu kebohongan yang sering dilakukan oleh para pelamar kerja adalah memalsukan latar belakang pendidikan dan sertifikasi.

Padahal kebohongan mengenai latar belakang pendidikan dan sertifikasi sangat mudah untuk diungkap oleh pihak perusahaan.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan para perekrut untuk mengetahui latar belakang pendidikan calon karyawannya yang sebenarnya.

Baca Juga: 5 Alasan Pebisnis E-Commerce Perempuan Butuh Support System yang Sejalan

Salah satunya melakukan konfirmasi secara langsung kepada pihak sekolah, universitas, atau lembaga yang bersangkutan.

Selain itu, hukuman yang akan diterima pelamar yang ketahuan memalsukan latar belakang pendidikannya juga tidak main-main.

Berdasarkan, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 69 Ayat 1, setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak lima ratus juta rupiah.