Mengapa Rambut Rontok Lebih Banyak Dialami Perempuan? Begini Kata Ahli

By Ratu Monita, Selasa, 15 Juni 2021

Rambut rontok

Parapuan.co - Rambut rontok menjadi salah satu masalah umum yang dihadapi setiap orang, khususnya perempuan.

Ya, perempuan lebih sering mengalami rambut rontok dibandingkan dengan laki-laki, apalagi bagi mereka yang memiliki rambut panjang.

Bukan tanpa alasan, masalah kerontokan rambut ini terjadi karena ada beberapa faktor yang menyebabkannya.

Baca Juga: Selain Pakai Minyak Esensial, Ini Cara Lain Menumbuhkan Rambut secara Alami

Dilansir dari laman Kompas.com, menurut Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, yang juga dokter spesialis kulit di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto, dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK, ada banyak faktor yang menyebabkan rambut rontok.

dr. Oke mengungkapkan, rambut rontok dapat disebabkan oleh banyak hal, dimulai dari faktor genetik, infeksi, autoimun, gangguan metabolik, stres, dan lain-lain.

Lebih lanjut lagi, dr. Oke juga menyampaikan bahwa kerontokan rambut bisa membuat kepala menjadi botak seperti yang terjadi pada alopesia androgenik, yakni terkait genetik dan berhubungan dengan hormon.

Kebotakan ini juga bisa terjadi pada penderita autoimun seperti alopesia areata, infeksi jamur dan bakteri, gangguan psikologis pada trikotilomania, serta penderita kanker yang menjalani kemoterapi.

Kerontokan rambut yang terjadi dikatakan normal jika banyaknya 100 hingga 200 helai perhari, karena rambut memang bisa rontok setiap hari dan jika sudah melebihi jumlah tersebut, maka dapat dikatakan kerontokan yang terjadi abnormal.

"Kalau kita lakukan tes tarikan rambut pada suatu lokasi dan tercabutnya cukup banyak, nah itu merupakan tanda terjadinya kerontokan rambut yang abnormal," kata Oke.

Sementara, kerontokan yang biasanya dialami kebanyakan orang adalah telogen effluvium, yaitu kerontokan yang terjadi akibat terjadi stres berat, baik fisik maupun psikis.

dr. Oke mencontohkan, kerontokan jenis tersebut sama seperti mereka yang sedang demam tinggi, pasca operasi besar, stres akibat pandemi, dan sebagainya