Parapuan.co - Kekerasan pada perempuan secara seksual memiliki konsekuensi psikologis bagi para korban.
Salah satu di antaranya yakni gangguan stres pasca-trauma (PTSD).
Terlebih lagi, korban kerap kali malu atau takut berbicara mengenai kekerasan ini.
Seperti yang kita ketahui, kekerasan terhadap perempuan dan anak marak terjadi saat ini.
Melansir Everydayhealth, dalam satu penelitian yang dipresentasikan pada konferensi NAMS, 145 perempuan paruh baya (dengan usia rata-rata 59) tanpa bukti medis stroke, demensia, atau tanda-tanda lain dari masalah pembuluh darah ditanya tentang riwayat trauma mereka.
Tekanan darah, indeks massa tubuh, dan indikator lainnya pun turut diukur.
Baca Juga: 5 Upaya Membantu Korban Kekerasan pada Perempuan di Ranah Domestik
Untuk mengetahui efek kekerasan pada perempuan secara seksual, otak perempuan itu kemudian dicitrakan untuk hiperintensitas materi putih atau white matter hyperintensities (WMH).
WMH adalah penanda penyakit pembuluh darah kecil otak dan dapat dideteksi beberapa dekade sebelum serangan stroke, demensia, dan gangguan lainnya.
Semakin banyak WMH, maka semakin besar kemungkinan untuk masalah di kemudian hari.
Sekitar 68 persen perempuan dalam penelitian tersebut melaporkan bahwa mereka telah mengalami setidaknya satu trauma, 23 persen dengan trauma kekerasan seksual yang paling umum.
Perempuan dengan paparan trauma kejahatan seksual dapat meningkatkan volume WMH dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalaminya, hasil ini dapat menyebabkan PTSD atau depresi.