Parapuan.co - Hari itu, Joy Buolamwini membuka pagi dengan perasaan sedikit gamang.
Betapa tidak, komputer di laboratorium yang baru beberapa hari diserahterimakan kampus kepadanya, tak mengenali wajahnya.
Perangkat yang berpelengkap artificial intelligence (AI) yang harusnya mampu mengenali wajahnya, gagal.
Sesaat Buolamwini mengira, keadaan terjadi lantaran basis data dirinya belum tersedia di tempat yang baru.
Namun saat mencoba kembali dengan wajah ditutup topeng putih, AI justru mengenalinya.
Perangkat memberi respon, siap untuk digunakan. Tentu saja timbul rasa penasaran.
Buolamwini mencoba memasukkan beberapa nama. Hampir seluruhnya nama laki-laki kulit putih, berkebangsaan Amerika-Eropa.
Data tersedia. Bahkan basis data memberikan beberapa variasi tampilan wajah bagi tiap nama yang dimasukkan. Dia mulai bertanya, apa yang sesungguhnya terjadi?
Tentu dalam suasana nyatanya, tak persis sama seperti jalinan cerita di atas. Uraian itu dicuplik dari pembuka film dokumenter, Coded Bias, 2020, yang bisa Kawan Puan tonton di Netflix.
Dalam genre ini, rangkaian cerita maupun para pemainnya berbasis kenyataan. Buolamwini yang sesungguhnya, dapat dijumpai di kehidupan sehari-hari.