Parapuan.co – Akhir-akhir ini, sandwich generation atau generasi sandwich sering menjadi topik hangat di berbagai media sosial. Melalui konten tulisan hingga video, banyak netizen membagikan pengalaman mereka dalam menjalani kehidupan sebagai generasi sandwich.
Orang-orang yang terjebak dalam generasi sandwich harus menanggung hidup anak, orangtua, dan bahkan anggota keluarga lainnya. Hal ini terjadi karena mereka dianggap “paling berdaya” sehingga ditunjuk sebagai tulang punggung ekonomi keluarga.
Fenomena generasi sandwich tentu bukan hal yang asing lagi di Indonesia. Bahkan, Kawan Puan mungkin sering menemukan fenomena ini di lingkungan sekitar.
Berdasarkan data Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, lebih dari 71 juta jiwa atau 26,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia berusia 20-54 tahun tergolong dalam generasi sandwich.
Baca Juga: Perempuan Masa Kini, Ayo Merdeka dari Identitas Generasi Sandwich
Sosiolog dari Universitas Islam Negeri Jakarta Tantan Hermansah mengatakan, orang-orang, terutama generasi muda, yang menjalani hidup sebagai generasi sandwich kemungkinan tidak bahagia.
“Penghasilan mereka habis untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka tidak punya ruang untuk menabung atau berinvestasi. Bahkan, sebagian dari mereka tidak punya dana rekreasi untuk 'lari' sekejap dari kepenatan hidup,” kata Tantan, dikutip dari Kompas.id, Kamis (8/9/2022).
Selain itu, orang-orang yang terjebak dalam generasi sandwich biasanya tidak memiliki kontrol atas keuangan mereka sendiri. Mereka juga rentan mengalami stres, terutama apabila kebutuhan keluarganya tidak terpenuhi.
Jika Kawan Puan adalah salah satu orang yang terjebak dalam generasi sandwich, tidak ada salahnya untuk memutus rantai tradisi tersebut agar generasi selanjutnya tidak merasakan penderitaan yang sama.
Baca Juga: 3 Tips Investasi untuk Berbagai Tujuan Keuangan Generasi Z dan Milenial