Parapuan.co - Mengapa ada World Marriage Day atau Hari Pernikahan Sedunia yang diperingati setiap tanggal 9 Februari, sementara banyak kehidupan pernikahan serasa tak layak dirayakan karena perempuan mengalami kekerasan?
Kawan Puan, sebagian dari kalian mungkin baru mengetahui adanya World Marriage Day atau Hari Pernikahan Sedunia.
Hari seperti itu mestinya dirayakan oleh pasangan menikah, tetapi tidak dengan perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari pasangan.
Mengutip data Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan pada tahun 2020, KDRT masih menempati pada urutan pertama dengan jumlah 75,4 persen dibandingkan dengan ranah lainnya.
Bentuk kekerasan terhadap perempuan di ranah personal seperti KDRT ini mencatatkan angka tertinggi pada jenis kekerasan fisik, yaitu berjumlah 4.783 kasus.
Semantara itu, dari 11.105 kasus yang ada, sebanyak 6.555 atau 59 persen adalah kekerasan terhadap istri, perempuan.
Di sisi lain, kekerasan terhadap anak perempuan juga meningkat hingga 13 persen.
Ironisnya, di antara kasus KDRT tersebut didalamnya ada kekerasan seksual (marital rape dan inses).
Inses menjadi kasus kekerasan seksual di ranah personal yang paling tinggi dengan jumlah 822 kasus.
Baca Juga: KDRT Masih Dianggap sebagai Urusan Privat, Bagaimana Perempuan Melawan?