Parapuan.co - Di balik kemasan mungil dan aroma manis dari perangkat rokok elektrik atau vape, tersembunyi fenomena sosial yang makin marak di kalangan perempuan. Semakin banyak perempuan, dari usia remaja hingga dewasa yang mencoba, bahkan rutin menggunakan vape.
Tren ini bukan hanya mencerminkan perubahan gaya hidup, tapi juga mencerminkan strategi pemasaran, tekanan sosial, dan krisis informasi kesehatan yang nyata. Sebagai perempuan, kita perlu melihat fenomena ini secara kritis dan menyeluruh.
Banyak perempuan mengenal vape bukan dari kampanye kesehatan, tetapi dari media sosial. Seringkali influencer atau artis perempuan yang tampak glamor, stylish, dan percaya diri, terlihat memegang vape dalam unggahan mereka.
Hal ini secara tidak langsung membentuk citra bahwa vape adalah bagian dari gaya hidup perempuan yang modern dan bebas. Desain perangkat vape yang mungil dan elegan juga membuatnya tampak seperti aksesori mode, bukan alat penghantar zat adiktif.
Penggunaan vape oleh perempuan di Indonesia mengalami peningkatan signifikan. Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, penggunaan rokok elektronik meningkat 10 kali lipat. Lalu, ada sekitar 36% dari total pengguna vape di Indonesia adalah perempuan.
Secara global, tren ini juga mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan CFAH, jumlah pengguna vape di seluruh dunia diperkirakan mencapai 86 juta orang pada tahun 2023. Ini menunjukkan bahwa tren ini bersifat lintas negara dan membutuhkan perhatian lintas sektor
Sebuah data penelitian oleh Jakpat tahun 2019 menunjukkan bahwa 67% perempuan di Indonesia menggunakan vape, karena memiliki bau yang lebih enak dibandingkan rokok konvesional. Selain itu, mereka juga beralasan memakai vape karena mempunya varian rasa yang enak, salah satunya rasa manis.
Pilihan rasa yang ditawarkan dari vanilla latte, stroberi susu, hingga bubble gum, menjadi daya tarik utama bagi perempuan. Ini memperkuat fakta bahwa produk vape memang sengaja dirancang untuk menarik konsumen perempuan.
Lebih dari itu, banyak perempuan yang menganggap vape lebih aman dibanding rokok konvensional. Asap yang tidak terlalu tajam, tidak meninggalkan bau menyengat, dan mudah disembunyikan membuat vape terasa lebih ringan.
Baca Juga: Sudah Tahu Bahaya, Kenapa Masih Banyak Orang Mengabaikan Risiko Asap Rokok bagi Ibu Hamil?
Nyatanya, asap vape dan rokok konvensional sama berbahayanya bagi tubuh. Menurut WHO, kandungan nikotin dalam vape tetap bisa menyebabkan ketergantungan, gangguan hormonal, dan bahkan masalah reproduksi.
Zat nikotin dalam vape dapat mengganggu hormon estrogen, yang penting dalam mengatur siklus menstruasi dan kesuburan perempuan. Bahkan dalam penggunaan jangka panjang, dapat dikaitkan dengan risiko kelahiran prematur dan gangguan perkembangan janin.
Lebih mengkhawatirkan lagi, zat kimia lain seperti formaldehida dan logam berat dalam cairan vape berisiko tinggi menyebabkan kerusakan paru-paru dan meningkatkan potensi kanker. Beberapa kasus perempuan pengguna vape mengalami penurunan fungsi paru yang signifikan dalam waktu dua tahun.
Selain fisik, ada pula dampak terhadap kesehatan mental. Ketergantungan pada nikotin justru memperparah gejala kecemasan dan depresi. Ketika tekanan sosial dan emosional datang bertubi-tubi, vape seringkali hadir sebagai pelarian.
Dalam hal ini, vape menjelma sebagai alat coping mechanism yang salah kaprah. Sebuah jurnal di Journal of Women's Health, mengungkap bahwa perempuan lebih cenderung menggunakan vape untuk meredakan stres, dibanding laki-laki yang menggunakannya untuk rekreasi semata.
Meski tren penggunaan vape di kalangan perempuan terus meningkat, bukan berarti kita tidak bisa menghentikannya. Upaya pencegahan harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari edukasi, regulasi, hingga dukungan emosional yang sesuai dengan kebutuhan perempuan.
Jika kamu sudah terlanjur menggunakan vape, bukan berarti kamu tidak bisa berhenti. Banyak perempuan berhasil menghentikan kebiasaan ini dengan dukungan yang tepat dan langkah kecil yang konsisten. Berikut adalah beberapa tips yang bisa Kawan Puan coba untuk berhenti menggunakan vape.
1. Tentukan tanggal berhenti
Baca Juga: Stigma Masalah Kesehatan Perempuan yang Masih Kerap Dianggap Hormonal
Menetapkan tanggal pasti untuk berhenti membantu kamu mempersiapkan diri secara mental dan fisik. Pilih hari yang tidak terlalu penuh tekanan dan beri tahu orang terdekat agar kamu mendapat dukungan sejak awal.
2. Kurangi penggunaan secara bertahap
Jika berhenti mendadak terasa sulit, kamu bisa mengurangi frekuensi vaping secara bertahap. Mulailah dengan menurunkan jumlah tarikan per-hari atau menggunakan cairan dengan kadar nikotin lebih rendah.
3. Identifikasi pemicu dan hindari
Kenali situasi atau emosi yang biasanya mendorongmu untuk vaping, misalnya saat stres, bosan, atau sedang nongkrong. Dengan memahami pemicunya, kamu bisa membuat strategi untuk menghindarinya atau menggantinya dengan aktivitas yang lebih sehat.
4. Gunakan terapi pengganti nikotin
Jika gejala putus nikotin terasa berat, kamu bisa mencoba terapi pengganti seperti permen karet nikotin, plester, atau lozenges. Konsultasikan dulu dengan dokter atau apoteker untuk menentukan yang paling cocok.
5. Cari Dukungan Sosial
Berhenti vape akan terasa lebih ringan jika kamu punya support system. Bicarakan niatmu dengan teman, pasangan, atau cari komunitas online yang bisa saling menyemangati.
Baca Juga: Dukung dengan Sabar, Ini Cara Perempuan Bujuk Pasangan Berhenti Merokok
6. Ganti Kebiasaan dengan Aktivitas Positif
Alihkan keinginan untuk mengisap vape dengan kegiatan seperti berjalan kaki, membuat kerajinan tangan, atau journaling. Menyalurkan energi ke hal yang positif bisa bantu kamu tetap fokus dan tenang.
7. Bersiap menghadapi perbedaan mood
Gejala seperti mudah marah, gelisah, atau sulit tidur adalah hal yang umum dalam proses berhenti nikotin. Ketahuilah bahwa itu hanya sementara, dan tubuhmu sedang memulihkan diri.
8. Rayakan setiap kemajuan
Setiap hari tanpa vape adalah pencapaian besar. Rayakan dengan cara yang menyenangkan dan sehat, misalnya dengan membeli buku baru atau perawatan diri.
Menghentikan kebiasaan vaping memang butuh waktu dan komitmen, tapi bukan hal yang mustahil. Kamu punya hak untuk memilih hidup yang lebih sehat dan penuh kendali.
Menjadi perempuan di dunia modern memang penuh tantangan. Tapi kamu juga punya kekuatan untuk memilih. Memilih untuk menjaga tubuh, pikiran, dan masa depan dari jebakan tren yang membahayakan. Karena pada akhirnya, gaya hidup yang paling keren adalah yang membuat kita sehat, sadar, dan bebas dari ketergantungan.
(*)
Celine Night