Parapuan.co - Dunia digital kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja, termasuk remaja perempuan yang menghadapi tantangan unik dalam perjalanan tumbuh kembangnya. Dalam ruang serba cepat ini, tekanan sosial, kebutuhan akan validasi, dan ekspektasi akan citra diri bisa muncul sejak usia sangat muda.
Sebagai perempuan, terutama seorang ibu atau figur dewasa dalam hidup seorang remaja, kita harus sadar dan menjadi garda terdepan dalam menjaga keselamatan dan kesehatan mental remaja di dunia maya.
Menurut riset dari Common Sense Media tahun 2023, lebih dari 84% remaja usia 13–17 tahun di Amerika Serikat memiliki akun media sosial. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi internet terus meningkat, dengan 212,9 juta pengguna internet pada awal tahun 2023.
Tak hanya itu, pada tahun 2023 APJII juga mencatat sebanyak 77,46% pengguna internet adalah remaja usia 10–24 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa, mayoritas remaja Indonesia memiliki akses ke dunia digital sejak usia dini.
Dalam acara talkshow Cerdas Digital 2025, pada (16/04/2025), Najelaa Shihab, pendidik sekaligus pendiri komunitas Keluarga Kita, mengungkapkan banyak sekali tantangan yang hadir seiring dengan pesatnya dunia digital, dan memengaruhi remaja.
Secara khusus, remaja perempuan sering menjadi sasaran empuk dalam isu seperti body shaming, eksploitasi seksual daring, hingga perundungan siber. Ini bukan hanya soal keamanan teknis, tetapi juga tentang menjaga kesehatan mental dan membentuk kepercayaan diri yang kuat di era digital.
Melihat kompleksitas tantangan yang dihadapi remaja perempuan di ruang digital, diperlukan pendekatan yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dan terintegrasi. Inilah mengapa peran teknologi harus diarahkan untuk menjadi bagian dari solusi.
Baca Juga: Perbedaan Hate Speech dan Kritik di Era Digital, Di Mana Batasannya?
Dalam kesempatan yang sama, Meta memperkenalkan fitur akun remaja di Instagram untuk menciptakan pengalaman digital yang lebih aman, positif, dan sesuai usia. Fitur ini menunjukkan arah baru dalam perlindungan digital yang inklusif dan memberdayakan.
Akun remaja di Instagram secara otomatis diberlakukan untuk semua pengguna berusia di bawah 18 tahun, baik yang baru bergabung maupun yang sudah memiliki akun. Tujuannya adalah menciptakan ruang eksplorasi digital yang lebih aman, dengan kontrol ketat terhadap interaksi, konten, dan waktu penggunaan.
Bagi remaja di bawah 16 tahun, diperlukan persetujuan orang tua untuk mengubah pengaturan perlindungan. Instagram menerapkan sejumlah pengaturan perlindungan bawaan dalam Akun Remaja, antara lain:
-
Akun Privat: Secara bawaan, akun remaja bersifat privat. Hanya pengikut yang disetujui yang bisa melihat unggahan dan aktivitas mereka.
-
Pembatasan Pesan Pribadi (DM): Remaja hanya dapat menerima pesan dari orang yang mengikuti mereka. Orang asing tidak bisa langsung mengirimkan DM.
-
Pembatasan Konten Sensitif: Remaja otomatis berada dalam filter ketat yang membatasi konten sensitif, termasuk konten kekerasan verbal atau gambar terkait prosedur kosmetik.
-
Interaksi Terbatas: Hanya orang yang diikuti remaja yang bisa menyebut (mention) atau menandai (tag) mereka. Ini mengurangi potensi cyberbullying.
-
Pengingat Batas Waktu: Notifikasi otomatis akan muncul setelah 60 menit penggunaan untuk mendorong istirahat dari layar.
Baca Juga: Memicu Stres, 5 Tren Parenting Ini Diharapkan Berubah di Tahun 2025
-
Mode Tidur: Fitur ini aktif otomatis pukul 22.00–07.00. Pesan dan notifikasi akan dinonaktifkan sementara agar remaja dapat beristirahat dengan cukup.
Pengaturan akun remaja di Instagram
Selain itu, Meta juga meluncurkan fitur baru untuk memperketat penggunaan Instagram Live dan pengiriman gambar tak diinginkan di DM. Kini, remaja di bawah 16 tahun hanya dapat melakukan siaran langsung jika telah mendapatkan izin dari orang tua.
Fitur blur otomatis pada gambar eksplisit dalam pesan pun tidak bisa dinonaktifkan tanpa persetujuan orang tua. Ini langkah penting karena banyak predator digital yang memanfaatkan fitur-fitur seperti Live dan DM untuk mengakses anak-anak secara langsung.
Meta berencana memperluas sistem akun remaja ini ke Facebook dan Messenger. Di Indonesia, fitur ini akan mulai berlaku pada akhir tahun 2025. Dengan begitu, pengalaman digital remaja bisa terpantau lintas platform.
Sejak diluncurkan secara global pada September 2024, lebih dari 54 juta pengguna remaja di seluruh dunia telah tergabung dalam akun remaja. Menurut Meta, 97% remaja usia 13–15 tahun memilih untuk tetap berada dalam batasan ini, menandakan bahwa fitur ini tidak hanya efektif, tapi juga diterima dengan baik oleh para remaja itu sendiri.
Hal ini memberikan secercah harapan bagi para perempuan yang menginginkan pendekatan yang lembut, berorientasi pada dialog, dan tetap menghargai hak anak untuk berekspresi. Dengan teknologi yang bijak dan pendampingan yang hangat, remaja perempuan bisa tetap tumbuh menjadi diri mereka yang autentik di dunia maya yang kompleks.
Teknologi bisa jadi alat yang memberdayakan atau membahayakan, tergantung bagaimana kita menggunakannya. Sebagai perempuan yang peduli pada masa depan anak dan remaja, sudah waktunya menjadi bagian aktif dari perubahan ini. Bukan hanya mengawasi, tetapi juga memahami dan terlibat dalam dunia digital mereka.
Baca Juga: Ini yang Dirasakan Anak Ketika Orang Tua Menerapkan Smart Parenting
(*)
Celine Night