Parapuan.co - Perempuan selalu memiliki peran penting pada setiap lapisan kehidupan, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekitar. Dari dulu hingga kini, perempuan tidak hanya dikenang sebagai pengelola rumah tangga, tetapi juga sebagai penggerak perubahan dalam berbagai aspek.
Salah satu peran vital yang mulai mendapat perhatian lebih adalah kontribusi perempuan dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Hal ini bukan sekadar stereotip atau asumsi, tetapi telah dikonfirmasi oleh berbagai riset dan pengamatan di lapangan.
Menurut sebuah laporan dari The 19th News bahwa di Amerika Serikat, perempuan lebih mungkin menjadikan perubahan iklim sebagai isu politik utama. Mereka lebih peduli terhadap konservasi energi, skeptis terhadap energi nuklir, dan lebih vokal soal polusi udara serta kenaikan permukaan laut.
Temuan ini menunjukkan bahwa perempuan melihat krisis iklim bukan hanya sebagai isu teknis, melainkan sebagai ancaman nyata terhadap kehidupan dan masa depan generasi. Kondisi ini tak jauh berbeda terjadi di Indonesia, menurut studi dari Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa perempuan kerap mengambil peran penting dalam pelestarian lingkungan di tingkat lokal.
Banyak dari perempuan memimpin pengelolaan sampah, penghijauan, hingga konservasi air di komunitasnya. Hal ini didorong bukan hanya oleh naluri keibuan, tetapi oleh kesadaran bahwa lingkungan yang rusak akan berdampak langsung pada kehidupan mereka dan keluarga.
Dalam kerangka ekofeminisme, perempuan dan alam memiliki relasi yang serupa dalam sistem patriarki, yaitu sama-sama tereksploitasi. Teori ini memandang bahwa penghancuran lingkungan dan penindasan perempuan lahir dari akar yang sama, yaitu dominasi dan kontrol. Oleh karena itu, membebaskan perempuan dari ketidakadilan sosial juga berarti memperjuangkan lingkungan yang lebih lestari.
Ketika alam rusak, perempuan sering kali menjadi pihak yang paling terdampak. Dalam konflik agraria misalnya, mereka kehilangan akses terhadap sumber pangan dan air bersih. Saat bencana alam terjadi, beban rumah tangga bertambah. Ironisnya, suara perempuan sering tak terdengar dalam proses pengambilan keputusan terkait lingkungan. Padahal, pengalaman hidup perempuan memberi perspektif yang unik dan krusial.
Baca Juga: Langkah Mendukung Sesama Perempuan Mewujudkan Kesetaraan Gender di Lingkungan Kerja
Menurut penelitian UNDP (United Nations Development Programme), keterlibatan perempuan dalam perumusan kebijakan lingkungan dapat meningkatkan efektivitas program hingga 20 persen. Perempuan terbukti lebih kolektif dan berorientasi jangka panjang dalam mengambil keputusan. Ini sebabnya, inklusi gender dalam kebijakan iklim bukan sekadar agenda keadilan, tetapi juga strategi pembangunan berkelanjutan.