Parapuan.co - Tim peneliti Federation University di Australia menemukan fakta bahwa tidak adanya koneksi antara ayah dan anak laki-lakinya diakibatkan oleh tuntutan sosial untuk mematuhi nilai-nilai norma yang maskulin.
Dalam jurnal yang mereka terbitkan berjudul Personality and Individual Differences, para peneliti membeberkan hasil penelitian yang dilakukan melalui pengembangan kuisioner.
Kuisioner yang mereka bagikan bertujuan untuk menilai pandangan laki-laki mengenai maskulinitas dan jenis hubungan yang mereka miliki dengan ayah masing-masing.
Tentu saja, hal tersebut berkaitan dengan adanya istilah ‘toxic masculinity’ atau maskulinitas beracun.
Baca juga: Bagaimana Toxic Femininity dan Masculinity Memicu Kekerasan? Ini Penjelasan Psikolog
Dilansir dari laman kompas.com, Toxic masculinity dapat didefinisikan sebagai perilaku dan pemikiran sempit mengenai peran gender dan sifat laki-laki.
Definisi maskulinitas kerap dilekatkan sebagai sifat pria yang identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan tidak boleh menunjukkan emosi.
Definisi yang sama juga dipaparkan oleh Journal of Psychology.
Journal of Psychology mendefinisikan toxic masculinity sebagai kumpulan sifat maskulin dalam konstruksi sosial yang digunakan untuk mendorong dominasi, kekerasan, homofobia, dan perendahan terhadap perempuan.
Baca juga: Mengalami Toxic Positivity dari Lingkungan Sekitar? Begini Cara Mengatasinya