Dianggap Langgengkan Toxic Positivity, Kania Dachlan Ceritakan Perjalanannya Jadi Model Plus Size

Ratu Monita - Jumat, 16 Juli 2021
Kania Dachlan, model plus size
Kania Dachlan, model plus size Kania Dachlan (Dok Pribadi)

Parapuan.co - Sebagai model plus size, Kania Dachlan secara tidak langsung telah membantu mereka yang memiliki bentuk curvy menjadi lebih percaya diri.

Memiliki tubuh plus size nyatanya membuat sebagian orang merasa tidak percaya diri, karenanya kini banyak digaungkan campaign body positivity untuk mengajak orang bisa menerima kondisi tubuhnya.

Tak heran jika Kania yang memiliki tubuh plus size, menjadi panutan bagi perempuan serupa lainnya untuk lebih bisa menerima diri sekaligus tetap menjaga tubuhnya sehat. 

Namun, sebelum bisa menjadi panutan bagi banyak perempuan dengan menjadi model plus size, Kania bisa dibilang adalah seorang Youtuber kecantikan. 

Hal ini pun terlihat dalam unggahan video kanal YouTubenya beberapa tahun lalu.

Baca Juga: Tips Fashion Plus Size ala Ucita Pohan dan Kania Dachlan: Kuncinya Percaya Diri

Di saat yang bersamaan, Kania sering mengunggah foto dirinya dengan menunjukan gaya fashion yang menarik.

"Awalnya aku sering posting foto OOTD (outfit of the day) di Instagram, karena sering posting mungkin orang melihatnya 'kok pede ya dengan gayanya?'," ungkapnya pada PARAPUAN.

Sementara, biasanya mereka yang memiliki tubuh plus size memiliki kepercayaan diri sangat kurang, menurutnya.

"Apalagi banyak aturan fashion yang melarang, seperti jangan pakai warna atau motif tertentu agar terlihat lebih bagus, sementara saat aku pakai tetap bagus, padahal hal itu hanya karena aku pede" tuturnya.

Maklum saja, selama ini ada banyak 'aturan' fashion yang secara tidak langsung telah membatasi setiap orang untuk mengekspresikan dirinya melalui pakaian yang digunakan. 

Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa setiap pakaian yang digunakan akan selalu terlihat bagus selama percaya diri saat memakainya.

Penulis:
Editor: Citra Narada Putri


REKOMENDASI HARI INI

Representasi Karakter Perempuan dalam Game, Inklusivitas atau Eksploitasi?