"Saya dan teman-teman ARMY lainnya sering dikerdilkan karena kami adalah penggemar dari grup musik K-Pop," cerita Jasmine.
"Saya menemukan sebuah unggahan di Twitter yang menyatakan bahwa perempuan penggemar adalah kelompok perempuan dengan IQ rendah yang hanya bisa menyembah laki-laki yang ada di grup musik idola mereka," tambah Jasmine.
Jasmine kerap kali berargumen dengan oknum-oknum yang menuliskan ujaran kebencian tersebut, namun Jasmine malah mendapat serangan balik yang menargetkan gendernya sebagai perempuan.
"Mereka tidak mau mendengarkan kita karena kita adalah perempuan," jelas Jasmine.
Bagi Jasmine, hal tersebut merupakan bentuk kekerasan berbasis gender yang sangat seksis dengan memberi label kepada perempuan penggemar yang sangat rendah.
Perempuan penggemar seakan-akan hanya bisa menyembah, padahal kenyataannya banyak perubahan dan aksi sosial yang telah dilakukan oleh para perempuan penggemar.
Baca Juga: Mayoritasnya Perempuan, Komunitas BTS ARMY Indonesia Hadapi Komentar Bias Gender
Salah satu contohnya adalah saat hari peluncuran BTS Meal di Indonesia, Jasmine dan kawan-kawan membantu para ojek online yang mengantre dengan memberikan mereka minum.
Namun seseorang yang tidak bertanggung jawab mengambil foto kerumunan ojek online tersebut dan mengunggah ke media sosial dengan informasi hoaks yaitu ojek online jatuh pingsan saat mengantre.
Hoaks dan komentar bias dari masyarakat umum mengenai kegiatan fangirl atau sebuah fandom tersebut lebih mudah dipercaya karena stigma negatif kepada perempuan penggemar sudah telanjur tertanam di masyarakat Indonesia.
Jasmine melihat bahwa media menjadi salah satu faktor besar stigma negatif tersebut tumbuh.