Parapuan.co- Baru-baru ini sosial media dihebohkan dengan banyaknya ibu rumah tangga (IRT) dan ratusan mahasiswa di Bandung yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV). Hal itu tentu rentan memicu munculnya stigma dan penolakan dari lingkungan sosial terhadap keberadaan para penyintas HIV.
Akibat stigma tersebut, tak sedikit penyintas HIV ingin mengakhiri hidupnya karena merasa sudah tidak memiliki harapan lagi.
Namun hal itu berhasil dibuktikan oleh perempuan asal Namibia bernama Livey Van Wyk. Ia membuktikan bahwa penyintas HIV masih bisa melanjutkan hidupnya.
Mantan walikota termuda ini, kemudian menceritakan pengalaman dan perjalan kariernya sebagai penyintas HIV.
Cerita berawal ketika Livey Van Wyk mengaku mengetahui dirinya hamil dan mengidap HIV-positif saat berusia 17 tahun.
“Semuanya dimulai sebagai anak kecil yang tidak bersalah di sekolah, dan kemudian saya hamil. Saya sedang hamil 5 bulan saat itu, ketika saya menerima telepon dari dokter yang mengatakan saya harus segera datang. Saya sampai di sana dan ada banyak orang yang menunggu untuk memberi tahu saya bahwa saya mengidap AIDS dan akan mati,” cerita Livey Van Wyk pada tahun 2013 dikutip PARAPUAN dari Namib Times.
Sayangnya, masyarakat Namibia tidak mendapat informasi yang lengkap mengenai seperti apa virus HIV, dan hal itu membuat dirinya mendapatkan stigma.
“Satu-satunya hal yang saya tahu tentang HIV adalah bahwa itu adalah hukuman mati. Saya tidak ingin mati. Saya hanya seorang anak kecil dan memiliki banyak mimpi,” ujar Wyk.
Pada tahun 2001, ribuan anak-anak dan remaja di Afrika banyak yang terinfeksi HIV, termasuk negara asalnya Namibia. Saat itu orang-orang banyak yang sekarat, sedangkan pengobatan antiretroviral hampir tidak tersedia dan juga tidak gratis.
Baca juga: Maizidah Salas, Penyintas Human Trafficking Pendiri Kampung Buruh Migran