Siapa Sangka, 5 Hotel Ikonik Indonesia Ini Ternyata Bekas Gedung Bersejarah

Maharani Kusuma Daruwati - Jumat, 26 Agustus 2022
The Hermintage Jakarta
The Hermintage Jakarta Dok. Pegi Pegi

Parapuan.co - Indonesia memiliki perjalanan sejarah yang sangat panjang dari masa penjajahan hingga zaman kemerdekaan yang kita rasakan sekarang.

Hal ini terbukti dengan banyaknya bangunan tua yang menjadi saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia.

Banyak di antara bangunan tersebut masih berdiri kokoh hingga saat ini, bahkan berubah menjadi bangunan-bangunan mewah.

Sejumlah gedung ikonik yang dahulu berperan penting bagi Tanah Air itu, kini telah dialihfungsikan menjadi sebuah hotel terkenal.

Hal ini tentunya akan menjadi pengalaman menarik bagi Kawan Puan untuk menginap di hotel-hotel tersebut. Bagi kamu yang ingin menginap di hotel tersebut, berikut rangkuman dari Pegipegi terkait 5 hotel yang dulunya gedung bersejarah, seperti dikutip dari rilis yang diterima PARAPUAN.

The Hermitage Jakarta

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by The Hermitage Jakarta (@thehermitagejkt)

Dilihat dari bangunan luarnya, terlihat jelas arsitektur khas masa kolonial. Jauh sebelum dioperasikan sebagai hotel bintang lima, bangunan ini dulunya merupakan pusat telekomunikasi pemerintah Hindia Belanda bernama Telefoongebouw yang pertama kali dibangun pada tahun 1920.

Beberapa tahun setelahnya, bangunan ini sempat dialihfungsikan menjadi kantor pemerintahan. Lalu, tahun 1999 menjadi sebuah perguruan tinggi bernama Universitas Bung Karno (UBK).

Hanya saja, bangunan tersebut tidak mendapatkan perawatan yang layak sehingga pada tahun 2008 diubah fungsinya menjadi penginapan yang tetap mempertahankan nilai sejarah, terutama pada arsitektur dan interior ruangan.

Baca Juga: Dream Theater Konser di Solo, Ini Rekomendasi Hotel Sekitar Stadion Manahan

Tujuh tahun setelah itu, pihak Tribute Portfolio mengambil alih kepemilikannya dan kini dikenal sebagai Hotel The Hermitage Jakarta.

The Hermitage menawarkan 90 kamar dan Suite yang dipecah menjadi delapan kategori dengan luas mulai dari 40 meter persegi. Akomodasi ini menghadirkan all-club benefit, di mana setiap tamu akan mendapatkan banyak manfaat memikat dan eksklusif selama menginap.

Horison Arcadia Surabaya

Ketika Kawan Puan pelesiran ke kawasan Krembangan, Surabaya, terdapat satu hotel dengan arsitektur unik yang membuatmu penasaran. Hotel tersebut tak lain adalah Horison Arcadia.

Fasad sisi luar sebuah bangunan dari hotel ini seakan mengingatkanmu pada masa kolonial Belanda yang sering ditampilkan dalam film dokumenter. Gedung ini berdiri sejak tahun 1916 dan pada awal pendiriannya dioperasikan sebagai kantor perusahaan di bidang perkebunan milik Belanda bernama ‘Geo Wehry & Co’. 

Setelah masa penjajahan berakhir, gedung ini sempat terbengkalai. Barulah pada tahun 2017, pihak Grup Brasali mengambil alih kepemilikannya untuk dijadikan sebuah hotel.

Beberapa bagian gedung direnovasi sesuai kebutuhan, tapi bagian depan hotel masih merupakan bangunan asli dengan ciri khas warna merah maroon dan bata.

Horison Arcadia Surabaya menyediakan 147 kamar yang terbagi menjadi dua tipe, yakni Standard Room (136 kamar) dan Superior Room (11 kamar).

Baca Juga: Siap Liburan Tanpa Kantong Bolong, Tengok Penawaran Jaminan Harga Termurah untuk Tiket Pesawat dan Hotel Ini

Setiap kamar dilengkapi AC, TV berlayar datar dengan channel internasional, meja kerja, coffee and tea maker, hingga room service 24 jam. kamu yang sedang dalam perjalanan bisnis juga bisa terhubung dengan internet melalui sambungan Wi-Fi gratis.

Pengalaman menginap di sini akan terasa lebih nyaman dan berkesan dengan adanya layanan spa, pusat kebugaran, area parkir indoor, serta laundry & dry cleaning. 

Hotel Salak The Heritage

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Hotel Bogor (@hotelsalak)

Selanjutnya, di Kota Bogor, Jawa Barat ada satu hotel ikonik yang juga dibangun di atas gedung bersejarah. Dulunya, bangunan ini sempat dipakai untuk tempat beristirahat keluarga Gubernur Jenderal VOC beserta para elit pemerintahan pada masa itu.

Kemudian, dijadikan markas militer Jepang tahun 1948, dan akhirnya berhasil dimiliki Indonesia pasca kemerdekaan. Bangunan ini digunakan untuk berbagai kebutuhan pemerintah sebelum dialihfungsikan menjadi hotel pada tahun 1998 dengan nama Hotel Salak The Heritage.

Hotel ini dibangun dengan gaya royal heritage dan dilengkapi dengan fasilitas berteknologi modern. Di dalamnya terdapat kebun yang membuat udara segar dan bersih.

Cocok sebagai pilihan staycation menyenangkan untukmu dan keluarga yang ingin menghabiskan liburan di Bogor dengan menikmati kemewahan dan kenyamanan akomodasi di Hotel Salak The Heritage yang menyimpan sejarah panjang.

Sebanyak 120 kamar hotel di sini mengusung desain klasik Eropa yang indah serta dilengkapi dengan kulkas, pendingin udara, TV, peralatan mandi serta jaringan internet Wi-Fi gratis.

Berjarak 40 menit dari Jakarta, Hotel Salak terletak di dekat Istana Bogor serta Kebun Raya Bogor sehingga Anda bisa mengeksplorasi Kota Hujan dengan mudah.

Baca Juga: Catat! 3 Tips Booking Kamar Hotel saat Libur Lebaran agar Lebih Murah

Sriwijaya Hotel Jakarta

Sriwijaya Hotel Jakarta
Sriwijaya Hotel Jakarta Dok. Pegi Pegi

Jauh sebelum dikenal sebagai tempat menginap yang nyaman seperti sekarang, hotel di Jakarta ini dulunya adalah sebuah toko roti milik seorang warga negara asing bernama Conrad Alexander Willem Cavadino.

Sejak berdiri tahun 1863, bakery milik Cavadino itu menjual beraneka macam cokelat, permen, cerutu tradisional Belanda, anggur, dan bahan pangan dengan kualitas terbaik. Toko ini semula berada di Rijswijk dan Citadelweg atau sekarang Jalan Veteran dan Jalan Veteran I.

Selama bertahun-tahun, toko tersebut sukses dan dikenal luas oleh para bangsawan dan pendatang. Saking terkenalnya, Cavadino menyulap toko miliknya menjadi hotel.

Awalnya, beliau beri nama Hotel Cavadino. Orang-orang kaya pada masa itu semakin meramaikan toko Cavadino. Bahkan, mereka pun menginap untuk menikmati suasana kota yang asri ketika sore dan malam hari, sambil menyantap roti buatan Cavadino.

Pada tahun 1899, hotel ini berubah nama menjadi Hotel du Lion d’Or dan bertahan selama 42  tahun. Lalu, kembali mengubah namanya menjadi Park Hotel dan terakhir menjadi Hotel Sriwijaya sejak tahun 1950-an sampai sekarang.

Bila diperhatikan, bangunannya masih menampilkan kesan kolonial Belanda. Namun, untuk interiornya sendiri sudah banyak mengalami perkembangan.

Bagi kamu yang tertarik bermalam di sini, akses menuju lokasi hotel tidak sulit. Hanya sekitar lima menit berjalan kaki dari Masjid Istiqlal dan 13 menit dari Monumen Nasional.

Baca Juga: Liburan ke Tempat Lahir Kartini, Ini 3 Rekomendasi Hotel dengan Pemandangan Laut di Jepara

Hotel Lengkong GKP-RI

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Hotel Lengkong (@hotellengkong)

Belum banyak yang mengetahui bahwa gedung Hotel Lengkong merupakan satu dari sekian banyak warisan Belanda.

Dahulu, gedung ini digunakan pemerintah sebagai Gedung Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia (GKPRI). Peresmian gedung dilaksanakan pada 20 Juli 1959 oleh Raden Hasan Nata Permana yang menjabat sebagai Ketua Pegawai Koperasi Republik Indonesia (PKRI) ketika itu.

Oleh sebab terkendala biaya, kegiatan koperasi terpuruk dan gedung ini tidak terurus seperti sedia kala. Kemudian, dimanfaatkan pemerintah untuk kebutuhan ruang pendidikan yang masih kurang.

Tepatnya pada Agustus 2004, fungsi GKPRI berganti menjadi sebuah wisma di Jawa Barat bernama Hotel Lengkong karena lokasinya berada di Jalan Lengkong Besar. Meskipun klasifikasi hotelnya non bintang, hotel ini direkomendasikan bagi kamu yang mencari penginapan murah dan nyaman dekat pusat kota.

Secara bisnis, Hotel Lengkong memang beroperasi sebagai hotel, tapi pemerintah setempat tetap memasukkan gadung ini sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi.

Nah, itu dia informasi seputar hotel-hotel di Indonesia yang dulunya merupakan bangunan bersejarah dan memiliki peran penting dalam perjalanan panjang Kemerdekaan Indonesia.

(*)

 



REKOMENDASI HARI INI

Bocah 7 Tahun di Banyuwangi Diperkosa, Kenapa Anak Masih Rentan Jadi Korban Kekerasan?