Parapuan.co – Menjadi seorang ibu di era modern bukanlah hal yang mudah. Apalagi, dengan maraknya penggunaan media sosial.
Di satu sisi, media sosial menjadi sumber inspirasi cara pengasuhan (parenting) yang baik untuk anak.
Namun di sisi lain, platform ini juga sering dijadikan tempat untuk memberi tekanan dan kritik secara tersirat oleh publik terhadap sosok ibu.
Misalnya, dengan membanding-bandingkan ibu satu dengan lainnya hingga kritik tanpa empati. Oleh karena itu, muncul istilah mom shaming di media sosial.
Sebuah foto anak yang sedang makan junk food bisa langsung memicu komentar pedas, seperti “Kok nggak masak makanan sehat sih, Bun?” Atau ketika seorang ibu terlihat menikmati waktu me-time, muncul tuduhan “Anaknya gimana tuh? Bukannya ngurus anak malah santai-santai.”
Ada pula kritik mengenai penampilan seorang ibu, yang seakan menunjukkan bahwa ibu sempurna adalah yang selalu sabar, lembut, sekaligus selalu terlihat rapi dan bahagia.
Padahal, kenyataannya menjadi ibu tidaklah mudah. Ibu juga perlu menyeimbangkan antara waktu mengurus anak, pekerjaan, mengurus rumah, hingga melupakan kebutuhan diri sendiri.
Karena itu, perilaku mengkritik dan merendahkan cara seorang ibu menjalani perannya atau mom shaming sebaiknya tidak dilakukan. Fenomena ini sering membuat ibu merasa bahwa apa pun yang mereka lakukan tidak pernah dianggap cukup baik.
Baca Juga: Menurut Psikolog Mom Shaming Rentan Terjadi di Lingkungan Keluarga, Mengapa?
Setiap ibu punya perjuangannya sendiri