Parapuan.co - Dunia kerja telah mengalami berbagai perubahan signifikan dalam beberapa dekade terakhir, dengan semakin banyak perempuan yang memasuki berbagai sektor industri. Namun, meskipun akses terhadap pendidikan dan peluang karier semakin terbuka, tantangan bagi perempuan untuk mencapai posisi kepemimpinan masih tetap ada.
Hambatan ini sering kali tidak terlihat secara langsung, tetapi memiliki dampak besar pada perjalanan profesional banyak perempuan. Unconscious bias dan glass ceiling menjadi faktor utama yang menghalangi perempuan untuk mencapai posisi strategis dalam perusahaan.
Meskipun banyak perusahaan telah mengadopsi kebijakan kesetaraan gender, realita di lapangan menunjukkan bahwa perempuan masih harus berjuang lebih keras dibandingkan rekan laki-lakinya untuk mendapatkan kesempatan yang sama.
Hal tersebut juga dibahas dalam acara yang diadakan UNIQLO Indonesia bersama Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) pada talkshow inspiratif (25/03/2025). Dalam acara tersebut dibahas tentang pentingnya membangun lingkungan kerja yang lebih adil, dan terbuka, serta mendorong perempuan agar dapat berperan sebagai pemimpin.
Salah satunya fenomena unconscious bias dan glass ceiling, apa dampaknya terhadap perempuan dalam dunia kerja, serta bagaimana solusinya.
Apa Itu Unconscious Bias?
Unconscious bias atau bias yang tak disadari merupakan prasangka yang terjadi secara otomatis dan mempengaruhi keputusan seseorang tanpa disadari. Dalam konteks dunia kerja, bias ini sering kali mempengaruhi bagaimana perempuan dinilai dalam aspek kemampuan, kepemimpinan, dan potensi mereka. Misalnya, perempuan sering dianggap kurang tegas dibandingkan laki-laki, meskipun memiliki keterampilan yang sama.
Penelitian dari Harvard Business Review tahun 2019 menunjukkan bahwa perempuan sering kali mendapatkan umpan balik yang lebih fokus pada sifat pribadi dibandingkan kinerja mereka, berbeda dengan laki-laki yang lebih banyak menerima umpan balik berbasis hasil kerja.
Selain itu, studi McKinsey & Company dalam laporan Women in the Workplace tahun 2023 juga menemukan bahwa perempuan lebih kecil kemungkinannya untuk dipromosikan dibandingkan laki-laki dengan kualifikasi yang setara.
Baca Juga: Ini Pentingnya Mentoring dan Komunitas untuk Dorong Kepercayaan Diri Perempuan Karier
Apa Itu Glass Ceiling?
Fenomena glass ceiling atau langit-langit kaca merupakan sebuah metafora yang menggambarkan batasan tak terlihat yang menghambat perempuan untuk mencapai posisi eksekutif, atau kepemimpinan tinggi. Meskipun tidak ada aturan tertulis yang melarang perempuan menduduki posisi tersebut, kenyataannya banyak perempuan yang sulit menembus jenjang kepemimpinan tertinggi.
Berdasarkan data sensus oleh Indonesia Business Coalition for Women Empowerment dengan Bursa Efek Indonesia tahun 2022, dari 200 perusahaan yang tercatat di IDX200, hanya ada sekitar 15 persen karyawan perempuan yang mengambil peran sebagai pemimpin dalam perusahaan. Sementara itu, dalam periode yang sama, hanya ada delapan perempuan yang menempati posisi CEO perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat kemajuan, masih ada kesenjangan besar dalam representasi perempuan di tingkat eksekutif.
Faktor-faktor seperti budaya kerja yang maskulin, kurangnya representasi perempuan dalam manajemen senior, serta ekspektasi sosial terhadap peran perempuan di rumah turut memperkuat keberadaan glass ceiling ini. Dalam banyak organisasi, hanya sedikit perempuan yang memiliki mentor yang dapat membantu mereka naik ke posisi strategis.
Untuk mengatasi unconscious bias dan glass ceiling, perusahaan harus berkomitmen menciptakan lingkungan kerja yang inklusif. Kebijakan berbasis meritokrasi yang mengutamakan kinerja dan kompetensi perlu diterapkan secara konsisten agar peluang promosi lebih adil bagi semua karyawan.
Selain itu, organisasi juga harus aktif memberikan pelatihan kesadaran bias bagi manajer dan pemimpin tim. Penelitian dari Lean In tahun 2022 menyebutkan bahwa pelatihan kesadaran bias pada laki-laki maupun perempuan itu dapat mengurangi efek bias dalam penilaian kinerja hingga 30%, yang pada akhirnya berpotensi meningkatkan kesempatan perempuan untuk dipromosikan.
Pentingny peran karyawan perempuan terhadap kemajuan perusahaan dianggap penting oleh UNIQLO. Hal ini dibuktikan melalui komitmen perusahaan dalam mendorong kesetaraan gender melalui penerapan berbagai kebijakan yang mendukung perempuan dalam dunia kerja, termasuk program mentorship, fleksibilitas kerja, serta evaluasi berbasis kinerja.
/photo/2025/03/28/uniqlo-womens-international-day-20250328123930.jpg)
Baca Juga: Bisa untuk Perempuan Karier, Ini Cara Mengakses Lowongan Kerja di Luar Negeri
Selain itu, UNIQLO juga memiliki program childcare allowance yang membantu karyawan perempuan yang memiliki anak usia di bawah 5 tahun selama masa peak season, seperti menjelang Hari Raya Idulfitri.
"Kami ingin memastikan bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dalam karier mereka, tanpa harus mengorbankan keseimbangan kehidupan pribadi," ujar Irma Yunita, Director of Corporate Affairs PT Fast Retailing Indonesia (UNIQLO).
Di sisi lain, Kuswahyu Adhi, AVP Finance Control di Amartha Mikro Fintek juga menyampaikan pengalamannya sebagai laki-laki untuk tetap mendukung rekan-rekan perempuan. "Suara perempuan di perusahaan kami lumayan banyak, dan memang sebagai laki-laki, kita butuh mendengarkan perspektif perempuan yang tidak hanya berbeda tetapi juga bisa melengkapi," ujarnya dalam acara UNIQLO Women International Day 2025.
Tak hanya pengalaman dari UNIQLO dan Amartha, Head of Corporate Communications dari Godrej Consumer Products Limited Indonesia juga ikut membagikan beberapa pandangannya.
"Selain ada beberapa policy perusahaan, yang harus diupayakan, ada juga upaya yang harus dikerjakan dari dalam diri perempuan itu sendiri, yaitu confident. Kalau perempuan bisa bekerja dengan rasa percaya dirinya, saya yakin akan ada banyak opporrtunity ke depannya," ungkap Wahyu Radita, Head of Corporate Communications, Godrej Consumer Products Limited Indonesia.
Sudah Ada Undang-Undangnya, Tapi Kenapa Perempuan Karier Masih Alami Diskriminasi di Tempat Kerja?