Parapuan.co - Pernahkah, kamu merasa frustrasi saat menunggu balasan chat yang tak kunjung datang? Atau kesal saat video butuh buffering beberapa detik? Jika ya, maka kamu tidak sendirian.
Banyak dari kita, terutama generasi Z yang hidup dalam budaya serba instan ini. Mulai dari belanja, nonton drama Korea, sampai memesan kopi favorit, semua bisa dalam satu klik. Tanpa sadar, kita menjadi bagian dari instant gratification generation, generasi yang terbiasa mendapatkan segalanya secara cepat.
Istilah ini biasanya merujuk pada generasi yang tumbuh bersama teknologi canggih, seperti generasi Z ke bawah. Gen Z adalah generasi pertama yang lahir dan besar di dunia yang sudah terkoneksi internet 24/7, punya media sosial sejak kecil, dan terbiasa dengan kemudahan layanan digital.
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang terbiasa dengan proses yang lebih panjang untuk mendapatkan sesuatu, generasi ini cenderung menginginkan kepuasan seketika, atau yang sering disebut sebagai instant gratification. Dikutip dari The Journal of Individual Psychology, generasi Z sangat bergantung pada teknologi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sayangnya, budaya instan ini juga membentuk cara kita sebagai perempuan melihat dunia, termasuk soal relasi, karier, dan kesehatan mental.
Sebagai seseorang yang akrab dengan media sosial dan dunia serba cepat, ada beberapa ciri khas yang mungkin dialami Kawan Puan sehari-hari:
1. Tidak sabar menunggu
Siapa yang tidak merasa kesal ketika harus menunggu driver ojek daring yang datang terlambat, paket belanjaan yang tak kunjung tiba, atau bahkan balasan pesan yang tertunda? Sebagai seseorang yang hidup dalam teknologi digital, kita kerap merasa tidak nyaman apabila sesuatu tidak dapat diperoleh secara instan atau sesuai harapan. Hal ini menggambarkan bagaimana tingkat kesabaran kita cenderung rendah karena telah terbiasa dengan segala hal yang serba cepat.
2. Lebih suka konten yang singkat
Generasi Z umumnya lebih menyukai konten yang dikemas secara singkat dan padat. Studi dalam Journal of Promotional Communications tahun 2019, menunjukkan bahwa konsumsi konten gen Z didominasi oleh video berdurasi pendek yang mudah dicerna dan tidak memerlukan konsentrasi dalam waktu yang lama.
Baca Juga: Sama-Sama Tumbuh di Era Teknologi, Ini Perbedaan Generasi Alpha dan Gen Z
Hal ini sejalan dengan karakteristik generasi Z yang multitasking, sering kali mengonsumsi konten sambil melakukan aktivitas lain seperti belajar, bekerja, atau bahkan saat melakukan perawatan diri. Tidak mengherankan jika platform seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts menjadi sangat populer di kalangan mereka, karena formatnya yang cepat, ringan, dan mudah diakses kapan saja.
Namun, di balik kepraktisannya, kebiasaan ini juga berisiko menurunkan kemampuan kamu untuk menikmati proses yang lebih panjang dan memperdalam pemahaman terhadap informasi yang lebih kompleks.
3. Rentan mengalami gangguan fokus
Beragam notifikasi yang terus-menerus muncul di layar gawai memengaruhi kemampuan kita dalam mempertahankan fokus, baik dalam mengerjakan tugas, pekerjaan kantor, maupun saat membaca. Penelitian yang berjudul The Distracted Student Mind, membuktikan bahwa setiap gangguan notifikasi, meskipun hanya berlangsung beberapa detik, dapat menurunkan kualitas konsentrasi secara signifikan.
Kondisi ini sering kali membuat banyak perempuan merasa kelelahan, kurang produktif, dan kesulitan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Tidak hanya itu, tekanan untuk segera merespons pesan atau notifikasi juga berkontribusi pada peningkatan kecemasan dan stres.
4. Takut ketinggalan tren (Fear of Missing Out)
Rasa cemas ketika tidak mengikuti tren fashion, skincare, atau aktivitas viral lainnya menjadi sangat umum, terutama di kalangan perempuan yang sering kali menjadi target utama dari industri gaya hidup dan kecantikan. Fenomena yang dikenal dengan istilah Fear of Missing Out (FOMO) ini membuat perempuan merasa perlu untuk selalu mengikuti perkembangan terbaru agar tidak dianggap tertinggal atau kurang relevan oleh lingkungan sosial, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Menurut jurnal dari Computers in Human Behaviour, memaparkan bahwa seseorang lebih rentan mengalami FOMO karena adanya tekanan sosial yang lebih besar terkait penampilan dan eksistensi di media sosial. Dampak dari FOMO tidak hanya berhenti pada kecemasan sesaat, tetapi juga dapat memicu stres kronis, gangguan tidur, bahkan menurunnya kepercayaan diri.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu FOMO Baby dan Kaitannya dengan Pola Tidur pada Bayi
Oleh sebab itu, penting bagi Kawan Puan untuk mengenali FOMO sejak dini dan membangun kesadaran bahwa tren tidak selalu harus diikuti demi menjaga kesejahteraan mental.
5. Kesulitan menghadapi proses panjang
Budaya serba instan membuat kita cenderung ingin segala hal berjalan cepat, termasuk dalam hal membangun karier, menjalin relasi, hingga mencapai tujuan hidup. Studi dari The Journal of Social Media in Society tahun 2021, mengungkapkan bahwa kecenderungan ini dapat memicu kecemasan, rasa tidak puas, bahkan menurunkan kepercayaan diri.
Walaupun tantangan ini nyata, bukan berarti kita tidak bisa mengatasinya. Ada beberapa langkah yang dapat membantu perempuan generasi Z menghadapi budaya instan secara lebih bijak.
Cara Melatih Menunda Kepuasan Instan
Cara sederhana yang dapat kamu lakukan adalah membiasakan diri menyelesaikan pekerjaan atau kewajiban terlebih dahulu sebelum membuka media sosial atau melakukan aktivitas hiburan lainnya. Mungkin terlihat sepele, tetapi membatasi diri agar tidak langsung mencari kesenangan instan dapat membantu melatih kesabaran.
Dengan perlahan, kamu akan merasa lebih puas karena berhasil menyelesaikan tanggung jawab tanpa terganggu oleh keinginan sesaat. Selain itu, kebiasaan ini juga membantu lebih fokus, tidak mudah stres, dan lebih menikmati setiap proses yang dijalani dalam kehidupan sehari-hari.
- Membatasi konsumsi konten instan
Mengurangi konsumsi konten instan tidak berarti harus menghilangkan sepenuhnya. Cukup dengan mengatur waktu penggunaan media sosial, serta memberikan ruang bagi diri sendiri untuk menikmati aktivitas yang memerlukan proses, seperti membaca buku atau menonton film tanpa melakukan skip.
Baca Juga: 3 Cara agar Gen Z Bisa Menabung di Tengah Fenomena YOLO dan FOMO
- Menghargai proses yang ada
Sebagai perempuan yang seringkali dihadapkan pada ekspektasi tinggi, kamu perlu membiasakan diri menikmati setiap proses. Baik dalam membangun karier, merintis usaha, maupun mencapai keseimbangan hidup, proses yang panjang justru akan menghasilkan pengalaman dan pembelajaran yang berharga.
- Melatih mindfulness
Mindfulness membantu kamu untuk lebih sadar terhadap apa yang sedang kita alami, baik secara fisik maupun emosional. Dengan melatih mindfulness, kita dapat mengurangi kecenderungan bereaksi secara impulsif terhadap situasi yang memicu kecemasan, seperti tekanan sosial atau ekspektasi dari media.
Mindfulness juga membantu untuk memperlambat ritme hidup, memberikan waktu untuk berpikir sebelum bertindak, serta membangun kesadaran penuh terhadap apa yang dirasakan dan dibutuhkan. Dengan demikian, Kawan Puan dapat menjadi lebih bijak dalam mengelola ekspektasi, dan tidak mudah terpengaruh oleh tekanan budaya instan yang terus membayangi.
- Menghindari multitasking yang berlebihan
Perempuan sering kali dituntut untuk mampu melakukan berbagai hal sekaligus. Namun, penting untuk memahami bahwa terlalu banyak melakukan multitasking justru dapat menurunkan efektivitas dan menimbulkan stres. Fokuslah pada satu hal dalam satu waktu untuk meningkatkan kualitas hasil dan menjaga keseimbangan emosional.
Menjadi perempuan di tengah budaya instan memang bukan perkara mudah. Seringkali perempuan dihadapkan tuntutan yang beragam, dari dunia profesional, kehidupan pribadi, hingga tekanan dari media sosial. Namun, penting untuk disadari bahwa setiap perempuan berhak menentukan ritme hidupnya sendiri.
Baca Juga: Seni dan Teknologi sebagai Pendukung Kesehatan Mental Generasi Muda
(*)
Celine Night