Parapuan.co - Di era digital yang semakin berkembang pesat, kehadiran media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi kalangan remaja. Hampir setiap momen hidup kini terekam dan terdistribusi melalui platform-platform seperti Instagram, TikTok, YouTube, hingga X (dulu Twitter).
Dari bangun tidur hingga tidur kembali, tak sedikit remaja yang selalu mengecek notifikasi, menonton video singkat, atau mengikuti tren viral tanpa jeda. Media sosial bukan lagi sekadar ruang berbagi, tetapi telah menjadi ekosistem sosial yang membentuk persepsi, perilaku, bahkan identitas diri mereka.
Namun di balik kemudahan akses dan ragam hiburan yang ditawarkan, media sosial juga menyimpan sisi gelap yang harus diwaspadai. Remaja, yang masih dalam fase pencarian jati diri dan belum sepenuhnya matang secara emosional maupun kognitif, cenderung lebih mudah terpengaruh oleh konten yang mereka konsumsi.
Baik itu tren gaya hidup, standar kecantikan, opini publik, atau bahkan tantangan berbahaya, semua dapat memengaruhi cara berpikir dan bertindak mereka tanpa disadari. Lalu, kenapa remaja begitu rentan terhadap pengaruh media sosial? Apa saja faktor psikologis yang berperan?
Menurut Lydia Agnes Gultom, M.Psi, psikolog klinis anak dan remaja, ada tiga hal yang membuat anak remaja mudah terpengaruh konten di media sosial. "Kalau dalam psikologi dilihat dari tiga hal, yakni perkembangan kognitifnya, perkembangan sosial emosinya, dan perkembangan otaknya," ujar Lidya dikutip dari laman Kompas.com.
Agnes menyebut bahwa ketiga faktor tersebut berpengaruh pada setiap kehidupan anak karena memiliki tugas masing-masing terkait kehidupan sehari-hari.
1. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif atau cara berpikir menjadi faktor pertama yang membuat remaja lebih rentan pada konten berbahaya di media sosial. Saat anak memasuki fase remaja, mereka sudah mulai berpikir secara abstrak tentang sesuatu.
Contohnya, dari apa yang dia lihat, tentang sesuatu yang nyata atau sesuatu yang tidak secara langsung berkaitan dengan mereka. "Dan mereka juga mulai mempertanyakan banyak hal, ingin tahu tentang banyak hal. Jadi itu yang membuat mereka mencari hal-hal itu di media sosial," kata Agnes.
Baca Juga: Bebaskan Diri dari Kecanduan Media Sosial: Ini Manfaat Digital Detox