Parapuan.co - Media sosial tengah diributkan mengenai layanan pernikahan dengan kampanye pernikahan anak.
Isu pernikahan anak merupakan hal yang sensitif, di Indonesia sendiri pernikahan anak menggemparkan dan masih terjadi hingga kini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 tertulis ada 16 persen perempuan menikah dengan umur di bawah 18 tahun dan 2 persen menikah sebelum usia 15 tahun.
Tertulis pula di PUSKAPA tahun 2020 tren perkawinan anak di Indonesia dari 2008 dengan 14,67 persen kasus dan 2018 dengan 11,21 persen mengalami penurunan yang lambat, yakni 3,5 persen.
Melansir dari girlsnotbrides.org, pernikahan anak di Indonesia semakin diperparah dengan beberapa faktor, diantaranya:
Baca Juga: Jangan Sampai Salah, Ini Cara Jitu Merawat Vagina agar Terhindar dari Bau Tak Sedap
- Tingkat pendidikan
Di Indonesia ada anggapan umum bahwa anak perempuan tak perlu melanjutkan pendidikan lebih tinggi.
Karena pada akhirnya perempuan akan menjadi ibu rumah tangga.
Peluang pernikahan anak lebih rendah ketika anak perempuan tinggal dalam keluarga yang memiliki pendidikan yang tinggi.
Ada penelitian pada 2016 yang menunjukan setidaknya anak perempuan yang menempuh pendidikan sekolah menengah atas, dapat melindungi mereka dari pernikahan dini.
- Kemiskinan
Anak perempuan yang tinggal dalam rumah tangga dengan tingkat pengeluaran rendah dan kondisi ekonomi yang tidak memadahi berpeluang besar untuk menikah dini.
Hal tersebut terkadang membuat orang tua memutuskan untuk menikahkan anaknya lebih awal.
Tujuannya untuk mengurangi beban ekonomi keluarga.
Baca Juga: Keadilan Sosial Untuk Semua: K-Pop Idol Ini Berani Ungkapkan Opininya
- Menjaga Kehormatan Keluarga
Hasil penelitian dari PLAN International pada 2015 menunjukkan bahwa pernikahan anak terkadang menjadi alasan untuk memperbaiki stigma yang beredar.
Stigma tersebut bisa jadi datang dari pengalaman seksual, hamil di luar nikah, termasuk kekerasan seksual.
Maka dari itu menikah dini menjadi jalan pintas untuk membersihkan nama baik keluarga.
- Agama
Khususnya agama Islam turut disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pernikahan anak.
Studi UNICEF menjelaskan Pengadilan Agama cenderung memberikan dispensasi dan mengizinkan pernikahan anak, ketimbang Pengadilan Negeri (dikhususkan untuk non-muslim).
Baca Juga: Musim Hujan Tiba, Letakkan Irisan Bawang Merah di Sudut Kamar Sebelum Tidur, Ini Sederet Manfaatnya
- Norma gender
Norma sosial yang menerima perkawinan anak turut berpengaruh di semua tingkat sosial ekonomi masyarakat Indonesia.
Penelitian UNICEF pada 2015 menyebutkan hampir satu dari delapan anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun berasal dari keluarga berkecukupan, dengan tingkat pengeluaran tinggi.
Ada pun sebuah studi pada 2019 yang mengungkapkan bahwa pernikahan anak menurun pada kelas menengah kebawah daripada kelompok kelas atas.
Ini menunjukkan bahwa jaminan finansial belum tentu menjamin berkurangnya pernikahan dini. (*)