PARAPUAN.co - Bintang pop tahun 90an, Brietney Spears selama ini banyak diekspos media terkait kontroversinya, mulai dari penyakit mental, rehabilitasi yang dijalaninya, hingga kasus konservatorinya dengan sang ayah, Jamie Spears.
Setelah film dokumenter Framing Brietney Spears, beredar banyak orang akhirnya menyadari apa yang dihadapi Brietney selama ini.
Serial dokumenter-investigasi New York Times ini menceritakan kontroversi Britney mulai dari kariernya sebagai bintang pop, hubungannya dengan Justin Timberlake yang seumur jagung, hingga kasus konservatori yang tengah dihadapinya.
Hal itu mengakibatkan beberapa media meminta maaf pada Britney, seperti Glamour Magazine dalam Instagramnya yang mengatakan :
"Maafkan kami, Britney. Kami sangat menyalahkan apa yang terjadi pada Britney Spears. Kami mungkin tak menyebabkan kehancurannya, namun kami malah mendukungnya (kehancuran). Dan kami akan mencoba untuk memperbaikinya" ujar pihak Glamour Magazine dalam caption posting Instagramnya.
View this post on Instagram
Permintaan maaf kepada ibu dari Sean Federline dan Jayden Federline ini juga dilakukan oleh selebriti dan juga mantan kekasihnya, Justin Timberlake pada post Instagram akun pribadinya.
"Saya secara spesifik ingin meminta maaf pada Britney Spears dan Janet Jackson karena saya sangat peduli dan menghormati kedua perempuan tersebut dan saya merasa gagal (atas itu)" ungkapnya.
View this post on Instagram
Mudah menghakimi orang lain
Pemberitaan tentang Britney sebagian besar tak lepas dari masalah kesehatan mentalnya. Salah satu contohnya ketika foto Britney sehabis mencukur rambutnya terpampang menjadi cover majalah US Weekly.
Ditambah lagi, dalam majalah People terdapat tulisan yang menyudutkan Britney dengan perkataan “ikut pesta liar”,”mabuk-mabukan di tempat umum”, serta “mencukur rambutnya” dengan judul “ Inside Britney’s Breakdown” .
Dalam hal ini, media mengeruk untung dari keadaan emosional Britney.
Perilaku mudah menghakimi orang lain memang mudah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Ketika ada orang lain, termasuk public figure, yang membuat kesalahan atau pernyataan yang tidak sesuai dengan pendapat kita, kita akan langsung menilai buruk mereka.
Padahal, tak ada manusia yang luput dari salah.
Dalam ilmu Psikologi Sosial, Heider (1958) mengemukakan bagaimana pengaruh atribusi terhadap memahami seseorang. Secara sederhana atribusi bisa diartikan sebagai penjelasan mengapa seseorang memiliki perilaku tertentu.
Atribusi ini mempengaruhi perasaan dan pemahaman kita terhadap seseorang dalam jangka waktu tertentu. Menurut Kelley, atribusi tersebut didapat dari dua hal, yakni bagaimana kita melihat situasi di sekitar dan kepribadian orang tersebut.
Penelitian menunjukkan bahwa seseorang cenderung menganggap remeh kepribadian dan situasi saat membuat atribusi, terutama pada orang yang tidak begitu mereka kenal baik.
Melihat pemberitaan Britney di media selama 14 tahun, tentu ini banyak dilakukan media karena media tidak mengenal dekat Britney.
Dari hal ini, ditemukan bahwa sangat mudah menyalahkan seseorang atas tindakan mereka saat kita tidak mengetahui motivasi mereka melakukan hal tersebut.
Untuk itu, tidak menghakimi orang lain adalah hadiah yang bisa kita berikan kepada sesama.