Dukung SKB 3 Menteri Soal Seragam Sekolah, Alissa Wahid Sebut Masih Ada Kesalahpahaman di Masyarakat

Arintya - Kamis, 18 Maret 2021
Alissa Wahid dalam webinar
Alissa Wahid dalam webinar

Parapuan.co - Pada Februari 2021 lalu, Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang seragam beratribut agama resmi dikeluarkan. SKB tersebut ditandatangani oleh Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), Tito Karnavian (Menteri Dalam Negeri) dan Yaqut Cholil Qoumas (Menteri Agama). 

Melansir dari Kompas.com  SKB 3 Menteri tersebut berisi 6 poin utama, yaitu:

1. Keputusan bersama ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (pemda).

2. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara:

  • Seragam dan atribut tanpa kekhususan agama
  • Seragam dan atribut dengan kekhususan agama

3. Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

4. Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang aturan seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari sejak keputusan bersama ini ditetapkan.

Baca Juga: Guru Sebut Hybrid Learning Solusi Tepat untuk Menjawab Segala Kendala PJJ

5. Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka sanksi yang akan diberikan kepada pihak yang melanggar. 

6. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari keputusan bersama ini sesuai dengan kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh. 

Menanggapi SKB 3 Menteri tersebut, Elaine Pearson dari Human Right Watch bersama psikolog Ifa Hanifah Misbach dan Alissa Wahid dari Gusdurian Network mengadakan webinar dengan judul “Abusive Dress Codes for Women and Girls in Indonesia” bersamaan dengan perilisan laporan "Aku Ingin Lari Jauh: Ketidakadilan Aturan Berpakaian untuk Perempuan di Indonesia".

Pada webinar yang dilaksanakan pada Kamis (18/3/2021) tersebut, selain membahas tentang laporan, ketiga narasumber memaparkan tanggapan mereka tentang aturan seragam beratribut agama dan adanya kesalahpahaman beberapa kelompok masyarakat tentang SKB tersebut.

“Di luar sana masih banyak yang salah paham soal SKB. Orang-orang berpikir kalau SKB ini juga berlaku untuk madrasah. Karenanya timbul pertentangan dari beberapa kelompok muslim. Padahal madrasah berada di bawah kementerian yang berbeda.” 

Kemudian Ifa Hanifah Misbach menambahkan, perilisan laporan tentang Ketidakadilan Aturan Berpakaian untuk Perempuan di Indonesia ini juga rawan terkena perundungan dari fundamentalis dan orang-orang Islam konservatif.

“Mungkin ini tidak berhubungan langsung dengan SKB, tapi minggu lalu ada salah satu media yang mengambil kutipan dari apa yang saya paparkan tentang body dysmorphic disorder atau gangguan jiwa akibat perundungan terus menerus agar memakai jilbab. Lalu saya mendapat ratusan komentar bernada perundungan, baik dari laki-laki maupun perempuan.”

Baca Juga: Punya Andil Besar, Orangtua Bisa Jadi Penyebab Anak Alami Bullying

Ia berpesan untuk bersiap-siap menerima hal serupa dan take it easy. Dalam pesannya itu, Ifa juga mengajak semua pihak sama-sama berjuang karena selama ini kita terlalu banyak diam. Sementara mereka terus saja melakukan perundungan.

Tidak lupa, Alissa Wahid juga memaparkan tentang perkembangan terbaru dari kasus Jeni Hia, salah satu siswi di Padang yang sempat viral akibat pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah. Ia mengatakan bahwa sekarang Jeni Hia sudah beraktivitas di sekolah secara normal dan tidak menggunakan hijab. 

Kini Jeni Hia juga tidak lagi mendapatkan diskriminasi oleh guru dan teman-temannya di sekolah, seperti apa yang dulu ramai diperbincangkan.

“Sekarang mereka (Jeni Hia dan keluarga) baik-baik saja,” ungkap Alissa Wahid. (*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Arintya