Begitu juga dengan laki-laki yang ditumbuh dengan pandangan toksik makskulinitas. Di mana laki-laki terbiasa ditanamkan untuk terus menunjukkan kekuasaan, dan kekuatannya.
Nina tak menampik bahwa adanya kekerasan sampai tindakan pemerkosaan juga bisa diakibatkan dari peran gender yang salah.
Misalnya, laki-laki merasa dia bebas untuk berhubungan seks dengan siapa saja, karena didoktrinnya begitu. Sehingga, dia merasa kuat dan bebas untuk melakukan hubungan intim dengan perempuan asing, yang belum tentu setuju dengan tindakannya.
Baca Juga: Turunkan Ego, Berikut Ini 5 Tips Menghadapi Pasangan yang Keras Kepala
"Kalau toksik femininitas bisa melakukan kekerasan terhadap laki-laki. Begitu juga dengan maskulinitas. Dia merasa, kan saya powerful, saya berhak untuk melakukan hubungan intim dengan dia. Jadi memang, peran gender berlebihan bisa menjadikan dia pelaku kekerasan," ujarnya.
Sebab itu, Nina memang mengimbau kita untuk mulai mengenal diri sendiri serta berhenti mendidik anak untuk mengambil tanggung jawab sesuai gender-nya.(*)