Parapuan.co - Selama ini kita hanya asyik mengenakan busana aneka gaya atau membeli baju tren terbaru supaya bisa terlihat modis setiap saat.
Selama ada produk baru yang bagus, tak masalah jika harus membeli yang baru walau sebenarnya di lemari masih banyak pakaian.
Begitu juga dari perspektif para pelaku usaha. Hal yang kebanyakan menjadi tujuan utama adalah memenuhi permintaan konsumen sebanyak-banyaknya guna mendapat keuntungan, tanpa memikirkan limbah atau atau konsekuensinya terhadap lingkungan.
Padahal, industri fashion bertanggung jawab atas setidaknya empat persen dari emisi gas rumah kaca global pada tahun 2018.
Baca Juga: Ini 9 Gaya Emma Watson hingga Dinobatkan Jadi 'Queen of Ethical Dressing'
Menurut penelitian McKinsey yang dilansir dari World Economic Forum, apabila tak ada solusi atau tindakan pencegahan, industri fashion akan gagal memenuhi target Perjanjian Paris tahun 2030 untuk mengurangi 1.7 gigaton karbon.
Memang, terdengar sulit untuk bisa memenuhi target tersebut. Maka dari itu, diperlukan percepatan upaya pengurangan emisi karbon di berbagai level, salah satunya retail.
Seperti halnya di industri-industri lain, mengusung konsep keberlanjutan adalah sebuah keharusan. Bukan tanpa sebab, regulasi lingkungan menjadi semakin ketat belakangan ini.
Hal ini pun mendorong industri fashion lebih fokus pada perusahaan-perusahaan yang berkelanjutan.
Baca Juga: Mengenal Ethical Fashion Sebagai Kritikan Terhadap Fast Fashion
Seperti disampaikan oleh Karl-Hendrik Magnus, senior partner McKinsey, ada beberapa hal yang bisa dilakukan para pemangku kepentingan industri fashion agar bisa menyelamatkan lingkungan dari pemanasan global yang kian parah.
Di hulu (proses produksi dan pemrosesan kain, manufaktur garmen dan lainnya) berpotensi mengurangi emisi hingga 60 persen. Sementara sisanya, tinggal diperlukan perubahan perilaku konsumen dalam mengonsumsi produk-produk fashion.
Misalnya, para pelaku usaha dapat berkontribusi dengan mengubah material yang lebih ramah lingkungan. Seperti, menggunakan kapas organik yang dihasilkan dari pohon-pohon yang ditanam tanpa penggunaan pupuk dan pestisida.
Material dengan proses penanaman seperti ini dapat menurunkan kontribusi gas rumah kaca hingga 50 persen.
Baca Juga: Dukung Mode Berkelanjutan, 3 Aktris Ini Kenakan Gaun Daur Ulang
Selain itu, para pelaku usaha juga bisa menerapkan sistem daur ulang. Misalnya penggunaan serat selulosa buatan manusia seperti rayon dan modal, serta meningkatkan upaya daur ulang dari material-material yang tersisa.
Sementara dari perspektif brand, upaya yang bisa dilakukan adalah menerapkan model bisnis yang lebih transparan. Antara lain, brand juga dapat melakukan sistem resale atau penyewaan pakaian, agar tak ada produk yang terbuang sia-sia.
Kelak, di tahun 2030, industri ini akan menghadapi tantangan yang besar untuk melampaui percepatan pengurangan emisi karbon. Perlu kerja sama semua pihak untuk bisa menyelamatkan industri ini dari ancaman kerusakan lingkungan.
Namun tentu dengan kreativitas dan kecerdikan para pemangku kepentingan yang ada di industri fashion ini, bisa menjadi pemicu perubahan yang langgeng untuk meminimalisir kontribusi industri terhadap pemanasan global. (*)