Parapuan.co - Orang tua yang berpisah mungkin bertanya-tanya, apakah perceraian memengaruhi anak-anak di segala usia?
Jawabannya, tentu saja, iya. Berapapun usia anak, baik masih bayi atau sudah lulus kuliah mereka tetap terimbas dampak perceraian orang tua.
Bukan hanya dampak fisik di mana ia harus tinggal dengan salah satu orang tuanya saja, tapi juga kondisi psikisnya bakal terpengaruh.
Baca Juga: Pasti Bisa, Begini 4 Cara Menjadi Orang Tua Tunggal yang Tangguh
Meskipun orang tua bersikukuh untuk bisa membesarkan anaknya sendirian, tetapi bagi anak, tetap ada ruang di hatinya untuk orang tuanya yang lain. Baginya, orang tua tetaplah sosok ibu dan ayah.
Lalu, apa dampak perceraian pada anak? Apakah dampak perceraian orang tua bisa memengaruhi psikisnya?
Langsung saja, simak uraiannya berikut ini!
Remaja lebih mudah menerima perceraian
Melansir Healthline, jika kehidupan rumah tangga orang tuanya kacau, maka anak melihat perceraian sebagai jalan keluar dan penyelesaian.
Anak remaja tidak akan terlalu memikirkan dampak perceraian orang tua, sebab mereka sudah tahu penyebab perpisahan itu terjadi.
Baik itu ketidakcocokan maupun pertengkaran orang tua, jika perceraian membawa kondisi lebih baik, maka anak remaja malah akan berysukur orang tuanya bercerai.
Di samping itu, usia remaja adalah saat di mana anak hanya peduli dan fokus pada dirinya sendiri. Ia akan sangat jarang atau bahkan tidak mempertanyakan cinta orang tua kepadanya.
Remaja lebih fleksibel dan hanya ingin melanjutkan hidup mereka terkait jaminan masa depan.
Mereka mungkin hanya akan mengkhawatirkan tentang bagaimana perceraian akan memengaruhi situasi sosial mereka, misalnya pindah rumah dan sekolah, serta meninggalkan teman-temannya.
Tetapi di luar kekhawatiran itu, mereka dapat mengenali perceraian sebagai potensi untuk membuat segalanya lebih baik.
Secara umum, remaja menerima perceraian orang tua dengan mudah.
Konflik orang tua yang mengganggu psikis anak
Meski proses perceraian orang tua tidak terlalu memengaruhi kondisi anak, bahkan remaja menganggap perpisahan tersebut sebagai jalan keluar dan penyelesaian, namun tidak dengan konflik.
Melansir Fatherly, menurut psikolog anak, Dr. Scott Carroll di Ayni Neuroscience Institute, perceraian itu sendiri bukan bagian yang sulit, bagian tersulit adalah konfliknya.
Meskipun remaja bisa menerima perceraian, tapi jika mereka menyaksikan konflik di antara orang tuanya, maka tetap saja hal tersebut akan menyakitkan.
Lebih buruk lagi jika orang tua menggunakan anak sebagai media penghubung dan komunikasi antar satu sama lain.
Baca Juga: 4 Kebiasaan Toxic Orang Tua Ini Bisa Berdampak Negatif pada Anak
Misalnya akibat dari konflik, kamu tidak lagi ingin bicara dengan pasangan, begitu pula sebaliknya.
Saat harus berkomunikasi, kamu akan minta tolong ke anak menyampaikan hal tersebut kepada mantan pasangan.
Kondisi inilah yang membuat anak trauma bahkan mengalami gangguan psikis.
Oleh karena itu, jika Kawan Puan berpisah dengan pasangan, jangan sampai konflik yang terjadi di antara kalian menyakiti buah hati.
Ada baiknya untuk menyelesaikan konflik di belakang anak-anak sehingga mereka tak merasa sedih melihat orang tuanya terus bertengkar.
Di samping itu, apabila sudah berpisah, jangan sekali-kali memanfaatkan anak sebagai media penghubung kamu dan mantan pasangan.
Sebab hal tersebut akan menyakiti hatinya. (*)