Akibat dari kejadian itu, Lady Gaga mengungkapkan bahwa ia harus melawan rasa traumatis dan gangguan kesehatan mental yang didapat setelah peristiwa kekerasan seksual.
"Aku mengalami gangguan psikotik total dan, selama beberapa tahun aku bukan perempuan yang sama. Tubuhku terasa sakit setelah kejadian pemerkosaan.
"Aku menjalani begitu banyak MRI dan scan untuk menemukan di mana letak atau sumber sakitnya, namun mereka (dokter dan perawat kesehatan) tidak menemukan apa-apa. Rasa sakit itu berasal dari ingatan tubuhku," jelas Lady Gaga lebih lanjut.
Baca Juga: Pernah Jadi Korban Pemerkosaan hingga Mengaku Non Biner, ini 7 Fakta Soal Demi Lovato
Becermin dari kasus Lady Gaga, memang tidak bisa dipungkiri kalau industri hiburan, termasuk salah satu tempat kerja yang banyak terjadi kasus kekerasan seksual.
Data dari International Labour Organization (ILO) yang berjudul Policy Brief on Sexual Harassment in The Entertainment Industry bulan November 2020, menunjukkan bahwa kekerasan seksual kerap terjadi di industri hiburan.
53% kasus kekerasan di industri hiburan terjadi di sektor hiburan live yakni musik, tari, opera, teater, dan variety show.
Sedangkan 25% lainnya terjadi di sektor produksi film dan televisi, 18% di broadcasting, 3% di sound recording atau rekaman musik, dan 1% di voice over atau dubbing.
Secara terpisah, sebuah yayasan penelitian ilmu sosial independen, Fafo, melakukan survei pada tahun 2018, yang dilakukan di antara pekerja industri hiburan di Norwegia.
Hasilnya, 32% artis mengaku pernah mengalami pelecehan seksual selama kariernya.
Di samping itu, sebuah survei lain yang dilakukan oleh Musician's Union tahun 2019 menemukan fakta bahwa 48% dari 725 musisi dan artis di Inggris pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerja.
Survei berbeda yang dilakukan terhadap perempuan di industri media dan kreatif Meksiko tahun 2019 menemukan bahwa 73% pekerja pernah mengalami pelecehan seksual.