Parapuan.co – Saat menjalani kehidupan rumah tangga, maka harus siap pula menghadapi tantangan yang ada.
Menariknya, riset yang dilakukan PARAPUAN pada tanggal 14 – 16 April 2021 lalu menunjukkan bahwa dari 234 responden laki-laki dan perempuan, 42,3 berpendapat bahwa istri lebih memegang peran domestik.
Sebesar 34,6 persen suami dan istri berkompromi untuk mengerjakan peran domestik.
Bahkan sebanyak 51,08 persen yakni sebagian besar suami sudah melakukan pembagian peran domestik.
Menjalani multiperan seperti melakukan pekerjaan domestik, mengurus anak, dan memiliki pekerjaan tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi istri.
Baca Juga: Pembagian Peran dalam Keluarga Berawal dari Komunikasi dan Kesepakatan Bersama
Sebab multiperan bisa memiliki dampak bagi istri, seperti yang disampaikan oleh Psikolog Klinis Dewasa Pingkan Rumondor pada PARAPUAN, Selasa (18/5/2021).
Saat menjalani multiperan, istri bisa mengalami work-family conflict.
“Saat peran di pekerjaan menghambat seorang istri melakukan tugas rumah tangganya, dan sebaliknya ketika peran sebagai istri menghambat pekerjaan di kantor,” papar Pingkan.
“Selain dampak yang merugikan, kondisi multiperan juga membawa dampak positif, seperti work-family enrichment yakni ketika perasaan positif seperti keberhasilan di kantor terbawa ke dalam interaksi dengan keluarga,” tambahnya.
Multiperan dalam rumah tangga berdampak pada kesehatan mental istri
Selain itu, multiperan bisa berdampak pada kesehatan mental seorang istri.
Ia berpendapat bahwa jika seorang istri kurang mendapatkan dukungan, maka bisa saja ia mengalami work-family conflict yang tinggi.
Lebih lanjut lagi, Pingkan menjelaskan bahwa kurangnya dukungan akan menambahkan beban itu.
“Kurangnya dukungan dari kantor dapat memperbesar kemungkinan ia merasa tertekan atau stres, dan jika tidak diatasi dapat berdampak pada kesehatan mentalnya,” papar Pingkan.
Baca Juga: Cara Baru Pembagian Peran dalam Keluarga, Suami Mengurus Rumah Tangga dan Ibu Pencari Nafkah Utama
“Misalnya saja, istri bisa mengalami burn out atau kelelahan di tempat kerja, menjadi apatis, merasa tidak mampu mengerjakan tugas di tempat kerja, sehingga dapat memengaruhi performanya di tempat kerja,” tambahnya.
Demikian juga yang terjadi saat istri tidak mendapatkan dukungan dalam melakukan tugas rumah tangga, ia bisa kewalahan dan tidak memiliki waktu untuk merawat dirinya sendiri.
“Hal ini bisa membuat seorang istri merasa kurang puas, kurang bahagia atau kurang sejahtera dalam hidupnya. Fisik juga bisa terdampak, jika ia terlalu kewalahan sampai kurang tidur atau kurang minum tentu saja bisa berdampak pada kesehatan fisiknya,” jelasnya.
Apa yang terjadi saat kondisi kesehatan mental dan fisik terdampak?
Menurut Pingkan, stres yang dialami di luar hubungan suami istri seperti stres kerja, stres mengasuh anak dapat membuat seseorang menjadi lebih agresif atau lebih menarik diri.
Ia menambahkan, hal tersebut dapat mengganggu interaksi dengan pasangan, seperti saat istri merasa tertekan karena stres kerja dan kewalahan mnegurus anak, istri bisa lebih agresif atau galak saat berinteraksi dengan suami.
Baca Juga: Ternyata Membagi Tugas Domestik dengan Anak Bisa Latih Kemandirian, Loh!
Akibatnya, suami merasa diserang dan bisa memicu konflik.
“Jika kondisi stres tidak dikelola dengan baik, maka suami dan istri bisa merasa tidak puas dengan pernikahannya, makin menjauh dan menjadikan hubungan rentan perpisahan,” jelasnya lagi.
(*)