Parapuan.co - KOMPAKS (Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual) mengecam keras tayangan sinetron Suara Hati Istri yang tayang disaluran televisi swasta Indosiar.
KOMPAKS menganggap bahwa apa yang ditayangkan dalam sinetron tersebut merupakan tindak memalukan dan tidak pantas karena mempertontonkan adegan tidak senonoh dibawah umur.
Pasalnya, pemeran Zahra (LCF), dalam sinetron Suara Hati Istri merupakan seorang aktris berusia anak (15 tahun) yang memerankan karakter berusia 17 tahun.
Dalam sinetron itu, Zahra (LCF) menjadi istri ketiga dari lelaki berusia 39 tahun.
"Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) dengan ini mengecam keras tindak memalukan dan tidak pantas atas penayangan sinetron “Suara Hati Istri” yang mempertontonkan pemeran Zahra (LCF), seorang aktris berusia anak (15 tahun), sebagai karakter berusia 17 tahun yang menjadi istri ketiga dari lelaki berusia 39 tahun.," Tulis KOMPAKS dalam press release yang ditayangkan Rabu (02/06/2021).
Baca juga: Gerak Perempuan dan Kompaks Kecam Tes Wawancara Pegawai KPK yang Dinilai Bias dan Diskriminatif
Pihak KOMPAKS menilai bahwa penayangan sinetron ini telah melanggengkan praktik perkawinan anak yang merupakan bagian dari kekerasan berbasis gender.
"Usia pernikahan legal di Indonesia adalah 19 tahun untuk perempuan maupun laki-laki sesuai UU Perkawinan No. 16/2019 atas perubahan UU No. 1/1974. Selain itu, UU No. 35/2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan usia anak adalah sampai dengan 18 tahun. Oleh karenanya, penayangan sinetron ini telah melanggengkan praktik perkawinan anak yang merupakan bagian dari kekerasan berbasis gender dan momok bagi banyak anak perempuan di Indonesia.," Tambah KOMPAKS.
Selain itu, KOMPAKS juga mengatakan bahwa pernikahan anak adalah salah satu permasalahan di Indonesia.
Berdasarkan CATAHU (Catatan Tahunan) Komnas Perempuan 2021, mencatat adanya peningkatan terhadap pernikahan anak di tahun 2020.
"Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2021 mencatat adanya peningkatan ekstrim angka perkawinan hingga 3x lipat pada 2020. Berdasarkan data Badan Pengadilan Agama (BADILAG), dari 23.126 kasus perkawinan anak (dispensasi nikah) di tahun 2019, naik tajam menjadi 64.211 kasus pada 2020. Padahal, perkawinan anak memiliki berdampak buruk pada anak perempuan, baik untuk perkembangan psikis anak, maupun dampak biologis yang bisa mengancam kesehatan bahkan menyebabkan kematian.," Ungkap KOMPAKS.
Karena angka pernikahan anak yang tinggi menjadi permasalahan di Indonesia, KOMPAKS sangat mengecam keras tayangan sinetron "Suara Hati Istri".
KOMPAKS juga menyayangkan, salah satu pemeran masih berusia di bawah umur dan dituntut untuk melakukan adegan yang tidak sesuai usianya.
"Sinetron “Suara Hati Istri” telah mempertontonkan jalan cerita, karakter, dan adegan yang mendukung dan melanggengkan praktik perkawinan anak, bahkan kekerasan seksual terhadap anak dengan promosi yang dilakukan melalui kanal Youtube Indosiar, yakni penggunaan judul clickbait pada salah satu episodenya: “Malam Pertama Zahra dan Pak Tirta! Istri Pertama & Kedua Panas? | Mega Series SHI - Zahra Episode 3”.," Ujar pihak KOMPAKS.
"Tayangan dan promosi dari sinetron ini telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang ditujukan untuk kegiatan penyelenggaraan penyiaran baik TV maupun radio di Indonesia, utamanya Pasal 14 Ayat 2 mengenai Perlindungan Anak yang berbunyi “Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.," Tambahnya.
Baca juga: Angka Pernikahan Anak Masih Tinggi, Ini Mengapa Perjuangan R.A. Kartini Harus Dilanjutkan
KOMPAKS juga sangat menyayangkan bahwa tayangan tersebut dibuat demi keuntungan semata dan mengabaikan fakta dan realita yang dialami korban pernikahan anak
"Melihat berbagai fakta dan realita yang dialami korban perkawinan anak, sungguh miris ketika sebuah sinetron yang ditayangkan melalui saluran televisi nasional telah mendukung, melanggengkan, dan bahkan mendapatkan keuntungan (monetisasi) dari isu perkawinan anak alih-alih melakukan hal-hal yang dapat berkontribusi pada penghapusan kekerasan berbasis gender yang satu ini.," tegas KOMPAKS.
Atas penayangan sinetron tersebut, KOMPAKS menyampaikan beberapa tuntutan kepada pihak KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), KPAI, Lembaga Sensor Film, dan juga pihak stasiun televisi swasta.
Berikut beberapa tuntutan KOMPAKS yang dikutip dari press release "KOMPAKS Kecam Keras Tayangan “Suara Hati Istri” di Indosiar yang Langgengkan dan Monetisasi Praktik Perkawinan Anak":
1. Komisi Penyiaran Indonesia untuk menghentikan sementara tayangan tersebut dan memberikan sanksi berat pada rumah produksi Mega Kreasi Films dan jaringan penyiar Indosiar yang memproduksi dan menayangkannya.
2. Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk menginvestigasi tayangan tersebut dan berikan perlindungan kepada aktris anak yang terlibat dalam produksi tayangan tersebut, baik atas dampak produksi yang telah berlangsung maupun dampak dari pemberitaan media.
3. Lembaga Sensor Film untuk bekerja secara kritis, benar, dan bertanggung jawab atas penayangan sinetron tersebut.
Baca juga: Heboh Pernikahan Dini, Apa Faktor yang Memperparah Perkawinan Anak?
4. Jaringan penyiar Indosiar untuk menghentikan sementara penayangannya, serta menarik konten promosi yang menayangkan cuplikan adegan-adegan dari sinetron tersebut dari kanal Youtube Indosiar ataupun platform lain yang digunakan sebagai kanal promosi
5. Jaringan penyiar Indosiar dan rumah produksi Mega Kreasi Films untuk sebagai gantinya bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat dengan memproduksi dan menayangkan konten edukatif terkait dengan isu perkawinan anak yang tidak melanggengkan bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender tersebut. (*)