Parapuan.co – Adanya kontroversi sinetron Suara Hati Istri ini menyadarkan kita bahwa budaya partiarki masih dilanggengkan di dunia hiburan.
Sedihnya, media besar seperti Indosiar dan Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia masih meloloskan konten yang mengandung perkawinan anak dan juga poligami.
Asal kamu tahu saja, Suara Hati Istri ini banyak dikecam lantaran pemeran utama yang menjadi istri ketiga masih di bawah umur. Di usia segitu, aktris remaja diperlihatkan beradegan mesra dengan suaminya.
Enggak hanya itu, jalan cerita Suara Hati Istri Zahra ini juga menggambarkan kehidupan laki-laki dewasa yang memiliki istri lebih dari dua.
Rasanya ini bukanlah tontonan yang menghibur dan edukatif, ya, Kawan Puan?
Baca Juga: Tak Cukup Ganti Pemeran, Petisi Ini Juga Minta Hentikan Sinetron Suara Hati Istri
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) sinetron Suara Hati Istri ini sudah masuk melanggar hak anak di mana anak berusia 15 tahun diberi peran sebagai istri ketiga dan dipoligami.
Materi atau konten sebuah acara, sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS), seharusnya mendukung pemerintah dalam upaya pemenuhan hak anak dan demi kepentingan terbaik anak.
Pemerintah saat ini tengah berjuang keras mencegah pernikahan usia anak, sehingga setiap media dalam menghasilkan produk apapun yang melibatkan anak, seharusnya tetap berprinsip pada pedoman perlindungan anak mendasari semua upaya perlindungan anak.
“Konten apapun yang ditayangkan oleh media penyiaran jangan hanya dilihat dari sisi hiburan semata, tapi juga harus memberi informasi, mendidik, dan bermanfaat bagi masyarakat, terlebih bagi anak.
Setiap tayangan harus ramah anak dan melindungi anak,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga.
Bintang menegaskan bahwa setiap tayangan yang disiarkan oleh media elektronik seperti televisi, seyogyanya mendukung program pemerintah dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan perkawinan anak, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), pencegahan kekerasan seksual, dan edukasi pola pengasuhan orangtua yang benar.
Orangtua pemeran seharusnya juga bijaksana dalam memilih peran yang tepat dan selektif menyetujui peran yang akan dimainkan oleh anaknya.
“Sangat disayangkan sinetron tersebut tidak memerhatikan prinsip-prinsip pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Setiap tayangan harus tetap menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja, dan wajib mempertimbangkan keamanan dan masa depan anak-anak dan/atau remaja,” ujar Bintang.
Menteri Bintang mengatakan sejauh ini pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Saya mengapresiasi langkah cepat yang dilakukan oleh KPI. Kemen PPPA dan KPI juga sepakat dalam waktu dekat akan segera melakukan pertemuan dengan rumah produksi untuk memberikan edukasi terkait penyiaran ramah perempuan dan anak,” ujarnya.
Baca Juga: Tak Hanya Minta Ganti Pemeran, Petisi Hentikan Sinetron Suara Hati Istri Muncul
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengatakan dari hasil telah yang dilakukan Kemen PPPA ditemukan beberapa aspek yang telah dilanggar dalam produksi sinetron tersebut. Kemen PPPA menilai pihak Indosiar menyampaikan ketidakbenaran.
“Terkait peran istri dalam sinetron ini yang diperankan seorang pemain usia anak, hal ini adalah bentuk stimulasi pernikahan usia dini yang bertentangan dengan program pemerintah khususnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan,” kata Nahar.
Nahar menambahkan sinetron tersebut juga memperlihatkan kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria, dan pemaksaan melakukan hubungan seksual.
Adegan dalam sinetron tersebut dinilai mempromosikan kekerasan psikis dan seksual terhadap anak yang bertentangan dengan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Nahar juga mengingatkan tayangan tersebut berisiko memengaruhi masyarakat untuk melakukan perkawinan usia anak, kekerasan seksual, dan TPPO, karena pada tayangan tersebut diceritakan bahwa Zahra sebagai pemeran utama dinikahkan dengan alasan untuk membayar hutang keluarganya.
“Jika nanti ditemukan kasus serupa di lapangan dan setelah digali peristiwa tersebut merupakan bentuk imitasi dari tayangan yang disiarkan oleh Indosiar, maka pihak Indosiar dapat dipidanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Nahar.
Tayangan ini secara tidak langsung akan memengaruhi kondisi psikologis masyarakat dan menimbulkan Toxic Masculinity, di mana akan terbangun konstruksi sosial di masyarakat bahwa pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan merendahkan perempuan.
Duh, jadi lebih mengerikan ya, efek sinetron Suara Hati Istri ini!(*)