Di sisi lain, ternyata anak laki-laki lebih banyak yang bekerja dibandingkan dengan perempuan.
Dalam laporan tersebut tercatat sebanyak 97 dari 160 juta yang harus bekerja keras sebagai pekerja anak pada awal 2020.
Akan tetapi, kesenjangan gender ini menyempit setengahnya ketika pekerjaan rumah tangga yang dilakukan setidaknya selama 21 jam per minggu ikut dihitung.
Laporan tersebut juga menunjukkan peningkatan jumlah anak antara 5 dan 17 tahun yang terlibat dalam "pekerjaan berbahaya", seperti menambang atau bekerja dengan mesin berat, selama lebih dari 43 jam seminggu.
Baca Juga: Ajak Anak-anak Jaga Kelestarian Bumi, Barbie Luncurkan Boneka Berbahan Plastik Daur Ulang
"Jika cakupan perlindungan sosial turun dari tingkat saat ini, sebagai akibat dari langkah-langkah penghematan dan faktor lainnya, jumlah anak yang menjadi pekerja bisa naik 46 juta (pada akhir tahun 2022)", menurut co-penulis dan spesialis statistik UNICEF, Claudia Cappa.
"Perkiraan baru ini merupakan peringatan," kata Direktur Jenderal ILO Guy Ryder dalam sebuah pernyataan.
Mengetahui hal tersebut, ia menegaskan kalau kondisi yang terjadi saat ini tak bisa membuat kita semua berdiam diri.
Sebab, generasi yang saat ini masih menjadi anak-anak akan terancam.
"Ini adalah waktu untuk komitmen dan energi baru untuk mengubah sudut dan memutus siklus kemiskinan dan pekerja anak,” tutupnya. (*)