Parapuan.co – Baru-baru ini ucapan Aa Gym menjadi perhatian publik.
Pasalnya ulama tersebut mengatakan bahwa istrinya sudah “turun mesin”.
Istilah ini sendiri dimaksudkan bagi perempuan yang sudah mengalami proses kehamilan dan persalinan.
Seperti yang dilansir dari Kompas.tv, Aa Gym mengatakan bahwa istrinya sudah turun mesin (melahirkan) sebanyak tujuh kali.
Baca Juga: Menjadi Ibu Tunggal, Berikut Hal-hal yang Perlu Kamu Perhatikan
Meskipun belum diketahui apa maksud ucapan Aa Gym, namun Komnas Perempuan meengatakan bahwa hal yang dilakukan Aa Gym adalah tindakan peyoratif, yaitu sikap merendahkan, menghina, atau mencemooh.
Istilah ini erat dengan cara pandang seksis, yakni merendahkan harkat kemanusiaan berdasar jenis kelamin.
Ini juga menunjukkan cara pandang yang menempatkan perempuan sebagai obyek seksualnya saja.
Dalam hal ini, imaji tentang keperawanan dan elastisitas kelamin perempuan hanya dikaitkan dengan kepuasan atau kenikmatan laki-laki dalam berhubungan seksual.
Dengan demikian, “turun mesin” merupakan bentuk kekerasan verbal atau simbolik terhadap perempuan yang berdampak pada keadaan psikologisnya.
Terkait polemik pernyataan Aa Gym, seorang pemuka agama sekaligus tokoh publik yang menggunakan istilah “turun mesin” kepada istrinya, Komnas Perempuan mengimbau semua pihak, khususnya pejabat publik, pesohor dan pemuka atau tokoh masyarakat, untuk menghindari kekerasan psikis atau kekerasan verbal atau simbolik dan pelecehan seksual kepada perempuan, serta turut mendukung pemulihan korban.
Baca Juga: Berikut Daftar Perabotan Rumah yang Perlu Diganti, Salah Satunya Sisir
“Turun mesin, merupakan bentuk kekerasan verbal atau simbolik terhadap perempuan yang berdampak psikologis negatif terhadap perempuan,” tulis Komnas Perempuan seperti yang dilansir dari Komnasperempuan.go.id.
Komnas perempuan juga mengatakan bahwa istilah “turun mesin” bukanlah hal yang dapat menunjukkan perasaan cinta dan kasih sayang kepada pasangannya.
Melainkan, istilah turun mesin merupakan ejekan atau makian seksis dan merupakan bagian dari kekerasan psikis atau kekerasan verbal.
Ini merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang berbasis gender.
Mengingat dampak dari kekerasan psikis terhadap perempuan, hal ini akan menimbulkan trauma psikis terhadap korban yang berkepanjangan.
Maka dari itu, Komnas Perempuan mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian, penguatan, dan dukungan bagi pemulihan korban.
Dengan adanya permasalahan ini, penanganan yang komprehensif merupakan langkah penting dalam memastikan pemenuhan hak konstitusional.
Baca Juga: Tak Ada yang Mustahil, 3 Selebriti Ini Wujudkan Mimpi Memiliki Anak di Usia 50an
Khususnya perlindungan diri, kehormatan, dan martabat (Pasal 28 G Ayat 1) dan bebas dari diskriminasi (Pasal 28 I Ayat 2). (*)