Dalam hal ini, citra tentang keperawanan dan elastisitas kelamin perempuan hanya dikaitkan dengan kepuasan atau kenikmatan laki-laki dalam berhubungan seksual.
Dengan demikian, istilah 'turun mesin' merupakan bentuk kekerasan verbal atau simbolik terhadap perempuan yang berdampak pada keadaan psikologis seorang perempuan.
Terkait polemik ini, Komnas Perempuan mengimbau semua pihak, khususnya pejabat publik, pesohor dan pemuka atau tokoh masyarakat, untuk menghindari kekerasan psikis atau kekerasan verbal atau simbolik dan pelecehan seksual kepada perempuan, serta turut mendukung pemulihan korban.
“Turun mesin merupakan bentuk kekerasan verbal atau simbolik terhadap perempuan yang berdampak psikologis yang negatif terhadap perempuan,” tulis Komnas Perempuan seperti yang dilansir dari Komnasperempuan.go.id.
Baca Juga: Aplikasi Kencan Online Ini Melarang Penggunanya Lakukan Body Shaming
Komnas perempuan juga mengatakan bahwa istilah 'turun mesin' bukanlah hal yang dapat menunjukan perasaan cinta dan kasih sayang kepada pasangannya.
Penggunaan ejekan atau makian yang seksis adalah bagian dari kekerasan psikis atau verbal dan merupakan salah satu bentuk kekerasan berbasis gender terhadap perempuan.
Hal ini pun akan menimbulkan trauma psikis terhadap korban yang berkepanjangan.
Maka dari itu, Komnas Perempuan mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian, penguatan dan dukungan bagi pemulihan korban.
Dengan adanya permasalahan ini, penanganan yang komprehensif merupakan langkah penting dalam memastikan pemenuhan hak konstitusional, khususnya perlindungan diri, kehormatan dan martabat (Pasal 28 G Ayat 1) dan bebas dari diskriminasi (Pasal 28 I Ayat 2).(*)