Parapuan.co - Perempuan kerap dihadapkan pada sejumlah pertanyaan dan tuntutan dari lingkungan, terutama ketika sudah memasuki usia yang dianggap pantas untuk menikah.
Pertanyaan seperti 'kapan menikah?', 'umur sudah 25 tahun kok belum menikah?', seakan menjadi hal yang lumrah untuk dilontarkan pada perempuan di usia seperempat abad.
Tak berhenti sampai di situ, saat sudah menikah pun, perempuan masih terus dikejar-kejar dengan tuntutan sosial atas pilihannya sendiri.
Misalnya saja pilihan untuk memilih anak atau tidak, bekerja atau tidak bekerja, ingin menambah anak di usia berapa, dan hal-hal lain yang seharusnya tak menjadi konsumsi publik.
Hal ini pun ditambah dengan budaya patriarki yang mengakar di Indonesia, yang semakin menyudutkan perempuan untuk berani menyuarakan haknya dalam pernikahan.
Baca Juga: Tipe Perempuan Pengabdi dalam Meraih Mimpi, Merasa Puas Ketika Orang Lain Bahagia
Hak bersuara itu seperti soal bersedia atau tidak dalam berhubungan badan dengan pasangan, penentuan jumlah anak, dan penggunaan kontrasepsi.
Perjuangan perempuan untuk menyuarakan hak dalam perkawinan ini tak hanya terjadi sekarang, namun sudah berlangsung dari masa ke masa.
Pingitan, poligami, kekerasan dalam rumah tangga, serta hilangnya kemampuan perempuan untuk menentukan hak dan menyuarakan keinginan, menjadi isu dari waktu ke waktu.
Belum lagi jika ditambahkan dengan budaya di lingkungan, atau mungkin kepercayaan orang tua secara turun-temurun, yang membuat perempuan sulit terlepas dari 'jeratan' tersebut.
Baca Juga: 2 Tipe Perempuan Ini Dinilai Wajib Punya Rencana Keuangan, Kok Bisa?
Namun ternyata, kini perempuan sudah semakin berani untuk menyuarakan keinginannya dalam relasi rumah tangga.
Fakta ini dibuktikan melalui survei daring dan hasil riset yang dilakukan oleh tim PARAPUAN, selama bulan Januari hingga Maret 2021, terhadap 1.218 audiens.
Dari survei tersebut didapatkan bahwa mayoritas responden setuju perempuan punya hak dan tidak lagi lemah untuk memperjuangkan hak dalam rumah tangga.
Mereka setuju perempuan berhak untuk menyatakan bersedia atau menolak berhubungan badan, menentukan jumlah anak yang akan dilahirkan, dan bersuara soal penggunaan kontrasepsi.
Hasil riset ini membuktikan perempuan kini lebih mampu menempatkan diri setara dengan laki-laki, dalam relasi perkawinan.
Baca Juga: Perempuan Pengembara, Lakukan Cara Ini Saat Menghadapi Hambatan dalam Meraih Mimpimu!
Survei dan riset dengan judul Perempuan Indonesia, Ambil Alih Kembali Kendali Mimpimu ini menunjukkan sekitar 45,5% responden menyatakan setuju perempuan bebas menentukan jumlah anak yang diinginkan.
Sementara itu, 58,4 persen responden juga setuju perempuan bebas untuk memilih menggunakan atau tidak menggunakan kontrasepsi untuk diri sendiri, dan hanya 4,7 persen di antaranya yang kurang setuju.
Sebanyak 40.9 persen responden sangat tidak setuju bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah aib keluarga yang harus ditutupi dan 62,2 persen responden sangat tidak setuju KDRT, baik itu fisik maupun perkataan, adalah hal yang tidak wajib dilaporkan.
Hasil survei juga mengungkap lebih dari 70% responden sangat tidak setuju jika dimadu atau dipoligami oleh pasangannya.
Kawan Puan, ini artinya kini perempuan lebih berani mengungkap ketidakadilan di dalam rumah tangga, seperti praktik kekerasan baik itu fisik maupun batin.
Perempuan kini semakin berani untuk melaporkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga dan menentang poligami yang melemahkan kedudukannya di dalam perkawinan.
(*)
Baca Juga: Yuk, Bantu Tingkatkan Semangat Perempuan Tipe Pengembara dengan Cara Ini!