Parapuan.co – Pandemi menjadi momen yang berat dihadapi oleh para pelaku usaha, tak terkecuali di industri fashion.
Misalnya saja seperti petani ulat sutra eri, yang menjadi salah satu penyuplai kain sutra untuk banyak pelaku usaha mode ini.
Padahal, para petani ulat sutera eri ini menerapkan proses yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Namun, saat ini ketersediaan serat sutra eri yang digunakan untuk menghasilkan benang campuran TENCEL™️/Silk sebagai bahan utama untuk memproduksi kain tenun terancam hilang.
Sejak pandemi melanda, jumlah petani berkurang hingga 90 persen. Hanya ada sekitar 20 petani yang masih bertahan.
Baca Juga: Ini 3 Gaya Hidup Berkelanjutan yang Perlu Dilakukan Masyarakat Modern
“Dari 20 petani sutra yang bertahan saat ini, 50 persennya adalah petani perempuan yang merupakan Ibu Rumah Tangga,” papar Melie Indarto, founder KaIND, brand fashion lokal yang membina para petani ulat sutra eri di Pasuruan, Jawa Timur.
Ironisnya, stok sutra eri yang tersedia saat ini hanya sekitar 30-40 kilogram saja.
Sementara itu, dibutuhkan 300 kilogram serat sutra eri untuk dapat menghasilkan benang pintal fabrikasi.
Bertepatan dengan Hari Krida Pertanian, Lenzing Group sebagai perusahaan multinasional dan salah satu pionir serat tekstil berkelanjutan dan ramah lingkungan seperti TENCEL, turut memberdayakan petani ulat sutra eri binaan KaIND di Pasuruan, Jawa Timur.
“Dukungan terhadap pemberdayaan petani ulat sutra eri ini merupakan salah satu inisiatif Lenzing Group, KaIND dan Benih Baik untuk memajukan perekonomian lokal, menghidupkan kembali ekosistem sutera eri yang terdampak akibat pandemi Covid-19,” jelas Mariam Tania, Marketing and Branding Manager Lenzing Group, SEA dan Oceania.
“Selain itu juga menginspirasi pelaku bisnis serta komunitas, khususnya di industri fashion, untuk turut berkontribusi dalam menciptakan ekosistem fashion yang berkelanjutan,” tambahnya.