Parapuan.co – Begitu ironi melihat adanya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum polisi di Halmahera, Maluku Utara.
Kasus pelecehan seksual yang dilakukan polisi di Halmahera ini terkuak saat seorang remaja perempuan berusia 16 tahun -sebut saja namanya Mawar, sedang mendatangi daerah Sindangoli pukul 01.00 WITA pada Rabu (23/06/2021).
Saat itu, Mawar memang menginap di suatu tempat. Namun, tak lama kemudian, ada oknum polisi dengan pangkat Briptu II menjemput Mawar dan temannya menggunakan mobil patroli.
Mawar pun bingung, lantaran oknum polisi tersebut tidak menjelaskan alasan kenapa dia dan temannya itu dibawa ke polsek.
Tapi, menurut dugaan oknum polisi tersebut, Mawar dan temannya melarikan diri ke Sindangoli. Mawar pun menepis dugaan oknum polisi itu, dia bilang kalau orangtuanya tahu tentang kepergian Mawar.
Baca Juga: Naver Akuisisi Wattpad, Bersiap untuk Ratusan Drama dan Film Baru!
Tak lama kemudian, Mawar dibawa ke sebuah ruangan terpisah dan oknum pelaku mengunci ruangan tersebut. Selang beberapa jam, Mawar pun keluar dari ruangan dengan menangis terisak-isak.
Kepada temannya dia mengaku kalau oknum polisi itu telah memperkosanya. Dan, dia diancam akan dimasukkan ke dalam penjara bila tidak melayani pelaku. Keesokan harinya, Mawar dan temannya pun dimasukkan ke penjara oleh oknum polisi tersebut.
Kejadian ini pun menuai amarah dari berbagai kalangan. Sejauh ini, melansir Kompas.com, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Utara, Adip Rojikan bahwa pelaku berpangkat Briptu II sudah ditetapkan menjadi tersangka atas pemerkosaan terhadap anak di bawah umur di Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat.
"Yang bersangkutan saat ini sudah ditahan di Rutan Polres Ternate. Jadi bukan hanya penetapan tersangka, jadi pihak Polda Malut itu tidak memberikan toleransi terhadap oknum anggota yang telah melakukan pelanggaran," ujar Adip.
Adip menjelaskan bahwa tersangka akan dikenakan pasal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Hasil rekontruksi dan berkas kasus pelecehan seksual itu pun akan dilimpahkan ke kejaksaan untuk persidangan.
"Kami terapkan dengan UU Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun lebih," imbuhnya.
Kejadian ini pun dikecam keras oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pasalnya, pelaku merupakan apparat hukum yang seharusnya melindungi masyarakat.
Tapi, malah kuasanya sebagai polisi disalahgunakan untuk melecehkan remaja perempuan yang usianya masih di bawah umur.
“Pemberatan pidana terhadap pelaku yang merupakan aparatur negara harus diaplikasikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengingat peran sentral pelaku yang seharusnya memberikan rasa aman kepada korban.
Baca Juga: Donasi 260 Juta Rupiah ke Driver Ojol, ARMY Indonesia Buktikan BTS Meal Bukan Tren yang Sia-Sia
Kami juga mengapresiasi tindakan tegas yang dilakukan Polda Maluku Utara dengan menetapkan tersangka oknum tersebut dan meminta agar APH dapat memberikan hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar.
Nahar menambahkan jika memenuhi unsur pidana, maka pelaku dapat dikenakan Pasal 81 Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak karena tersangka adalah aparat yang menangani perlindungan anak, sehingga pidananya dapat diperberat.
“Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi Maluku Utara, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Maluku Utara yang telah bersama LSM pendamping perempuan dan anak serta Unit PPA, untuk memastikan korban mendapatkan pendampingan psikologis termasuk kebutuhan pemeriksaan kandungan di dokter spesialis.
Kemen PPPA akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, mulai dari proses hukum pelaku, hingga pendampingan korban agar tidak menyisakan trauma di kemudian hari,” jelas Nahar.
Berkaca dari kasus ini, peningkatan upaya pencegahan dan pengawasan perlindungan menjadi sangat penting dilakukan oleh semua pihak.
Tidak hanya Sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak, tapi juga Sosialisasi tentang Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) penting untuk dilakukan.
Jika ditemukan fakta bahwa pelaku memperkosa korban dengan dalih melakukan pemeriksaan di ruang tertutup, tentunya ini pun tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, di mana anak dalam menjalani pemeriksaan wajib didampingi oleh orangtua, orang dewasa, atau pendamping lain.
Baca Juga: Tuntutan KPAI Kepada Oknum Polisi yang Perkosa Anak 16 Tahun di Polsek Maluku
“Anak, orangtua, dan masyarakat pada umumnya harus dipahamkan terkait hal ini untuk menutup peluang oknum-oknum melakukan perlakuan salah terhadap anak. Peran pengawasan dari orangtua juga menjadi penting,
mengingat korban bepergian tanpa pendampingan orangtua sama saja menempatkan anak dalam situasi rentan mengalami kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah lainnya,” tutup Nahar.(*)