Pun dari sisi anak, mereka jadi kurang nyaman bercerita karena proses komunikasi didominasi oleh orang tua.
“Udah enggak ada kesempatan (bercerita), enggak didengerin, abis itu ujungnya di-judge lagi,” tambah Mira.
Mira kemudian mengambil contoh seandainya kasus pemerkosaan yang terjadi pada remaja berusia 16 tahun di Maluku Utara malah mendapatkan judgement dari orang tua saat bercerita.
Anak yang sudah ketakutan karena menjadi korban pelecehan seksual akan semakin takut bercerita ketika orang tua malah menuduhnya yang macam-macam.
“Itu remaja umur 16 tahun, klien-klien saya yang usia pra-remaja udah bisa mengantisipasi. Lucu ya orang tua kita, minta kita mengungkapkan apa sih maunya kita, tapi begitu cerita orang tua malah menyalahkan,” ungkap Mira menirukan.
Baca Juga: Demi Hindari KBGO, Jangan Abaikan Pentingnya Perlindungan Privasi Online
Dampak pelecehan seksual pada anak
Kawan Puan, salah satu dampak yang akan anak alami ketika menjadi korban pelecehan seksual adalah menyalahkan dan menarik diri dari lingkungan.
Hal ini juga dibenarkan Mira selaku psikolog anak.
“Mereka (anak yang menjadi korban pelecehan seksual) jadi punya keraguan jangan-jangan yang salah saya. Korban pelecehan dan kekerasan seksual biasanya seperti itu. Apalagi jika diperkuat oleh lingkungan, abis sih kamu pakaiannya kayak gitu,” ujarnya.
Lebih lanjut Mira menjelaskan bahwa stigma-stigma semacem itu tidak ada hubungannya dengan tindak pelecehan seksual yang diterima korban.
Karena itulah korban pelecehan seksual terutama perempuan, sering disalahkan oleh lingkungan.
“Akhirnya mereka akan jauh dari merasa dilindungi. Ini dilindungi ya, belum dibela,” tambahnya.