Proses untuk mewujudkan mimpi tersebut pun terbilang panjang dan tak mudah.
Mulai dari mengatur terlebih dahulu seperti apa desainnya, cutting, siluet, model hingga polanya seperti apa.
“Baru kemudian setelah satu koleksi yang terdiri dari beberapa item itu ter-develop dengan baik dan kita rasa sudah cocok dari item satu ke item lainnya,” cerita Nonita.
“Baru kita langsung mencari juga di market yang lagi naik daun siapa, dan siapa yang bis akita aja kolaborasi. Atau pengrajin kain mana yang kira-kira kainnya lagi bagus-bagus banget,” tambahnya lagi.
Menurut Nonita, terkadang pemilihan kolaborasi itu bisa berdasarkan hal yang sudah direncanakan sebelumnya ataupun sesuatu yang random.
Dalam mewujudkan tiap karya impiannya tersebut, memang tantangan tak pelak harus dihadapi Nonita dan timnya di Purana.
Misalnya saja harus melalui tahap trial and error untuk bisa mendapatkan yang diinginkan.
Dengan pengrajin kain handmade itu biasanya ada trial and error untuk menemukan adukan warna yang benar-benar diinginkan.
Atau di batik, kerap menemui masalah ketika ingin blok satu warna atau di bidang putih yang cukup besar, biasanya akan crack.
“Jadi kalau handmade tuh biasanya kita kasih waktu lebih banyak lagi untuk pengrajin ada proses trial dan error dan men-develope kainnya,” ujar Nonita.
Sementara jika bekerja sama dengan seniman justru tahapannya lebih ringkas, karena semuanya bisa dikerjakan secara digital.
Dengan banyaknya kolaborasi yang dilakukan Purana dengan banyak seniman, masih banyak mimpi yang ingin diraih Nonita.
Bersyukur, Purana sudah diterima di pasar global. Misalnya ketika pernah membuka pop out store di Tokyo, Jepang dan Singapura, serta sudah memiliki konstan whole sale buyer dari Los Angeles dan Kuwait.
“Mimpi saya tentu ingin Purana lebih dikenal lagi di platform internasional atau global yah,” ceritanya lagi yang akan memenuhi mimpinya dengan merencanakan sebuah show di Paris, Perancis pada 2 Oktober 2021 bersama beberapa desainer lainnya.(*)