Setelah alat tersebut selesai dibuat, peneliti kemudian menguji dan mengukur fraksi oksigen yang dihasilkan dengan menggunakan alat pengukur oksigen.
Dari hasil pengukuran, udara yang dihasilkan alat tersebut tidak menunjukkan adanya peningkatan fraksi oksigen yakni masih sekitar 21 persen.
Sedangkan untuk oksigen murni, fraksi oksigennya seharusnya mencapai di atas 90 persen.
“Jadi hasil pengujian kami, cara tersebut tidak bisa digunakan untuk alternatif menghasilkan (oksigen) sebagaimana tabung oksigen. Inovasi ini perlu dibuktikan secara ilmiah,” ungkap Hendri, seperti dikutip dari Kompas.id.
Meski demikian, Hendri mengaku kurang memahami aspek keamanan dari alat oksigen berbahan aerator akuarium ini.
Tetapi secara umum, proses mengalirkan udara melalui air memungkinkan temperatur udara yang keluar bisa lebih dingin dan lembap.
Dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Prasenohadi menyampaikan, aerator sebenarnya alat yang digunakan di akuarium dan berfungsi untuk menghasilkan gelembung udara untuk pernapasan ikan di dalam air.
Baca Juga: Dokter Bongkar 8 Mitos dan Teori Konspirasi Vaksin Covid-19, Ini Kebenarannya (Part 1)
Sedangkan alat bantu pernapasan untuk manusia telah tersedia dan diproduksi dengan kualitas yang terstandar.
“Oksigen ada yang berbentuk tabung, gas, dan cair. Tabung tersebut berisi konsentrasi oksigen 100 persen. Sementara alat yang dibuat ini tidak bisa diukur berapa konsentrasi oksigennya. Lalu yang dihasilkan benar-benar oksigen atau bukan juga tidak bisa dipastikan. Jadi, alat ini tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” ucapnya.
Meski belum ada kajian ilmiah, ia menduga alat tersebut hanya menghasilkan udara yang lebih dingin dan lembap.
Kelembapan tersebut penting agar saluran napas tidak kering atau terjadi iritasi.