Kawan Puan, kekerasan berbasis gender tidak hanya berlaku pada opposite gender saja, tetapi juga pada sesama gender lo!
Baca Juga: Bisa Dialami Siapa Saja, Ini Dampak Kekerasan Berbasis Gender
Pasalnya kekerasan berbasis gender ini didorong juga oleh faktor rape culture yang beredar di tengah masyarakat, di mana, beberapa kelakuan pelecehan seksual di normalisasi dan dianggap sesuatu yang biasa.
Perlu keterlibatan berbagai pihak
Menurut Rani Hastari, perlu keterlibatan dari berbagai pihak untuk bisa mewujudkannya, seperti keterlibatan kaum millenial yang semakin aktif dalam upaya kampanye maupun advokasi pencegahan perkawinan anak, baik dalam intervensi langsung di akar rumput, kampanye publik, kampanye digital, hingga advokasi kebijakan.
Selain itu, menurut Sigit Wacono, Child Protection Advisor Yayasan Plan International Indonesia, negara wajib lebih terlibat dengan serius menangani kasus kekerasan pada perempuan dan anak ini.
“Negara wajib untuk memberikan perlindungan bagi anak dari segala bentuk kekerasan, apa lagi kekerasan seksual,” ungkapnya seperti yang tertuang pada rilis yang PARAPUAN terima.
Lebih lanjut Sigit menambahkan ada 3 hal yang bisa kita lakukan untuk membuat ruang aman bagi korban kekerasan yaitu mendengarkan tanpa memaksa, tidak menyebarkan cerita tanpa konsen korban, dan membantu korban dalam proses pelaporan kasus.
Baca Juga: Upaya Kemenpppa Lindungi Pekerja Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender
Terkait kekerasan pada perempuan dan anak ini membuat RUU PKS harus segera disahkan karena korbannya semakin banyak, apalagi dari golongan anak-anak hingga perempuan.
Kerugian yang paling besar jika RUU ini tidak disahkan adalah Indonesia akan kehilangan potensi besar dari masyarakat, hal ini pulalah yang mendorong angka kemiskinan yang tinggi.
Untuk itu, mari Kawan Puan kita kawal terus sampai RUU PKS ini disahkan! (*)