Ia menjelaskan, pendidikan seksual harus dilakukan secara berkelanjutan dan tidak insidental.
Prinsipnya adalah optimalisasi proses belajar anak dan mendorong perkembangan yang positif, khususnya terkait masalah seksualitas.
Ketika mengajarkan pendidikan seksual, orang tua perlu memperhatikan tiga aspek strategi yang digunakan, antara lain:
1. Anak masih berpikir secara konkret
Pola pikir anak yang masih konkret membuat orang tua harus menggunakan bahasa sederhana dan mudah dipahami anak.
Orang tua diimbau tidak menggunakan kata-kata ganti untuk istilah alat kelamin, misalnya titit, burung, atau yang sejenisnya.
Sebaiknya anak diperkenalkan istilah alat kelamin secara netral tanpa ekspresi malu ataupun jijik.
Jujur saja dengan namanya, yaitu penis dan vagina. Jelaskan itu nama alat kelamin bagi laki-laki dan perempuan.
"Harapannya, anak dapat menganggap alat kelamin sama seperti halnya bagian tubuh lain, tetapi tetap diperlakukan lebih khas, sebab bersifat lebih privat dan intim," kata Primatia.
Baca Juga: Terapi Bicara Dapat Membantu Anak Down Syndrome, Bagaimana Caranya?
2. Tingkat usia anak
Tingkat usia anak menjadi pertimbangan tentang detail informasi tentang seks yang diberikan.
"Pada anak-anak usia dini, sebaiknya informasi yang diberikan tidak mendetail. Misalnya, ketika menjelaskan proses kehamilan. Dapat dijelaskan bahwa ayah memiliki sperma yang akan membuahi sel telur ibu," ujar Primatia.