Parapuan.co – Atlet perempuan di Olimpiade Tokyo 2020 memiliki banyak kisah menarik dan inspiratif, salah satunya datang dari India.
Siapa sangka kalau atlet perempuan di Olimpiade Tokyo 2020 asal India perlu berjuang keras bisa sampai ke kompetisi dunia tersebut.
Pasalnya, atlet perempuan India harus melawan seksisme dalam budaya patriarki yang masih kental di India agar bisa mengikuti kompetisi.
Melansir SCMP, kisah ini pun diceritakan para atlet perempuan asal India.
Seperti apa kisahnya?
Komentar Seksis
Here I stand before the opening ceremony of #Tokyo2020 as a flag bear of my nation, India. #Cheer4India pic.twitter.com/hNkixkoxBt
— M C Mary Kom OLY (@MangteC) July 23, 2021
Salah satunya ada cerita dari Mary Kom, petinju asal India yang sering mendapatkan komentar seksis.
Perempuan berusia 28 tahun ini cerita komentar seksis sering dia dapatkan ketika waktu remajanya. Saat itu, dia baru masuk ke dunia atlet yang didominasi laki-laki.
Sayangnya, komentar itu juga terucap dari ayahnya sendiri. Ayah Mary bilang ke dia kalau menjadi atlet yang bukan dari ranah perempuan, dia akan sulit mendapatkan kesempatan untuk menikah.
“Dan, saya belum siap untuk menyerahkan mimpi saja. Daripada saya demotivasi, saya memutuskan untuk mengambil tantangan ini,” ujar ibu dari empat anak ini.
Kemudian, Mary memutuskan untuk meninggalkan desanya di usia 15 tahun. Kebetulan, Mary dapat sponsor yang mau membiayainya masuk ke akademi tinju professional
Petinju yang dijuluki “Maginificent Mary” ini pun berhasil meraih lima medali emas di Internasional Boxing Association World. Enggak hanya itu, Mary juga berhasil meraih medali perak di Olimpiade Tokyo 2012 dan lima medali emas di Asian Championship.
Tidak Diberi Dana Ideal
All the love and blessings for my hardwork in one picture.#fencing #passion #india #teambhavani pic.twitter.com/V8t5K6uefd
— C A Bhavani Devi (@IamBhavaniDevi) July 9, 2021
Kisah serupa juga dialami oleh atlet anggar, Bhavani Devi yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Dia cerita sewaktu baru mulai main anggar, perempuan itu bahkan latihan menggunakan bambu karena pedang terlalu mahal.
Ibunya Bhavani juga harus menjual perhiasan untuk mendukungnya jadi atlet anggar di India.
Perjuangan Bhavani ini disebabkan pemerintah India kurang mendukung atlet perempuan maju.
Terlepas dari kemiskinan dan sikap patriarki yang mengakar terhadap partisipasi perempuan dalam olahraga, pengamat mengatakan kurangnya investasi pemerintah menciptakan kemunduran bagi calon atlet.
Dalam anggaran tahunan pemerintah India 2020-21, ia mengalokasikan US$400 juta untuk olahraga, sekitar 10 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya meskipun itu adalah tahun Olimpiade Musim Panas.
“Untuk negara berpenduduk 1,3 miliar, ini adalah jumlah yang menggelikan tetapi tidak mengejutkan, mengingat olahraga, terutama atlet perempuan, tidak pernah menjadi prioritas pemerintah.
Ini tercermin dalam investasi kami yang kurang optimal dalam infrastruktur olahraga dan model tata kelola olahraga yang kami ikuti,” kata Prabhash Nautiyal, pelatih gulat yang berbasis di Haryana.
Diminta Punya Anak
Atlet tennis, Sania Mirza juga mengalami sulitnya menjadi atlet perempuan di India. Sania harus menjadi pemenang di Grand Slams terlebih dahulu sebelum India melihat olahraga sebagai karier.
“Olahraga menjadi pilihan lain yang tidak datang dari orang tua. Orang tua ingin anak perempuannya menjadi dokter, pengacara, guru, tapi bukan atlet.
Bahkan, setelah saya mencapai semuanya, saya diminta untuk punya anak. Ada banyak isu budaya yang perlu dihancurkan oleh generasi penerus,” ujarnya.
Sekarang, untungnya, ada perubahan yang terjadi dari atlet perempuan asal India. Sebanyak 127 atlet perempuan mengikuti Olimpiade di Tokyo 2020. Ini lebih banyak dibandingkan Olimpiade Sydney 2000 yang hanya diikuti 19 atlet perempuan.
Banyak atlet perempuan di India mendapatkan sponsor secara pribadi untuk latihan dan bisa menjamin kehidupan atlet. Ini juga membantu perempuan untuk berkilau.
Semoga semakin maju ya karier atlet perempuan di India ini!(*)