Parapuan.co – Kawan Puan, banyak korban pelecehan seksual yang memilih untuk speak up di media sosial.
Tindakan korban pelecehan seksual yang speak up di media sosial ini lantas menimbulkan tanda tanya besar: mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Nah terkait hal tersebut, Siti Aminah Tardi, S.H, selaku Komisioner Komnas Perempuan, memberikan jawabannya pada sesi Instagram Live dengan LPKH Trisakti “Isu Kekerasan dan Pelecehan Seksual di Social Media: Mengapa Korban Memilih Speak Up di Sosmed”, Jumat (30/7/2021).
Pada sesi Instagram Live tersebut, Siti menjelaskan bahwa media sosial merupakan salah satu ruang untuk berekspresi bagi semua orang, termasuk korban pelecehan seksual.
Baca Juga: Pentingnya Tahu Kebijakan Perusahaan dalam Menangani Pelecehan Seksual di Kantor
“Sekarang pertanyaannya adalah mengapa korban mengekspresikan pengalamannya melalui media sosial? Pertama, kalau dia melapor ke kepolisian belum tentu kasus itu diproses dengan cepat. Kedua, mungkin korban tidak menginginkan penyelesaian melalui jalur hukum,” jelas Siti.
Lebih lanjut Siti menjelaskan bahwa bisa jadi korban pelecehan seksual menginginkan pelaku mendapatkan sanksi sosial atau permintaan maaf.
“Ketiga adalah sistem peradilan kita yang belum berpihak pada korban,” tambahnya.
Menurut Siti, sistem perundang-undangan di Indonesia baik materiil maupun formil itu belum berpihak pada korban pelecehan seksual.
Siti memberikan contoh bahwa istilah pelecehan seksual bukan merupakan bahasa hukum, melainkan bahasa sosial yang sehari-hari kita gunakan.
“Di dalam hukum, pelecehan seksual itu pencabulan. Dan pencabulan itu termasuk pelecehan fisik bukan non-fisik sehingga tidak semua kasus bisa diusut kepolisian. Catcalling apakah bisa diusut? Enggak. Stalking? Enggak. Tapi hal itu termasuk pelecehan bukan? Iya,” tambahnya.
Selain itu, maraknya korban pelecehan seksual yang speak up di media sosial juga diakibatkan karena hukum acara pidana yang menekankan pada pembuktian.
Bukti inilah yang sering kali membuat korban pelecehan seksual merasa kesulitan ketika akan melaporkan kasus yang menimpanya.
Baca Juga: Louis Vuitton, Bvlgari hingga Lancome Putus Kontrak dengan Kris Wu Setelah Kasus Pelecehan Seksual
“Sebenarnya dirinyalah (korban pelecehan seksual) saksi utama. Cuma karena kita tidak percaya, enggak boleh kita bilang ke korban, Buktinya mana? Nah kalau dalam konteks pemerkosaan, pembuktian itu ada di aparat penegak hukum, bukan di korban,” jelasnya.
Siti juga menjelaskan bahwa dengan meminta bukti dari korban pelecehan seksual itu berarti kita meruntuhkan kepercayaan diri korban.
Dampaknya korban pelecehan seksual akan memilih untuk bungkam.
Nah Kawan Puan, ketika ada korban pelecehan seksual yang speak up di media sosial penting sekali untuk kita berikan dukungan.
Sebab, tidak mudah untuknya mengumpulkan keberanian dan mengingat kembali memori menyakitkan, dan membagikannya di media sosial. (*)