Lulus dari Stanford, Maudy Ayunda Bicara Soal Privilege dan Pendidikan di Indonesia

Rizka Rachmania - Sabtu, 14 Agustus 2021
Maudy Ayunda bicara soal privilege dan pendidikan Indonesia pasca lulus dari Stanford University.
Maudy Ayunda bicara soal privilege dan pendidikan Indonesia pasca lulus dari Stanford University. Dok. Instagram @rebeccaouphotography

Parapuan.co - Maudy Ayunda, baru saja lulus dari Stanford University beberapa waktu lalu, dan ia bicara mengenai privilege serta pendidikan di Indonesia saat ini.

Pasca lulus dari Stanford, Maudy banyak bicara tentang pengalamannya belajar di sana, termasuk juga rintangan yang harus dihadapi ketika harus kuliah dengan kondisi pandemi.

Baru-baru ini, Maudy Ayunda juga bicara soal privilege yang ia miliki sehingga bisa kuliah S2 di Stanford University.

Baca Juga: Lulus dari Stanford, Maudy Ayunda Ingin Berkontribusi untuk Indonesia

Privilege sendiri sering disebut sebagai hak istimewa, atau kondisi istimewa yang didapat oleh orang-orang dari lingkungan sekitar. Bentuk privilege ini pun tentu berbeda-beda pada tiap orang.

Dalam video YouTube Maudy yang berjudul Maudy Ayunda Ngobrolin PRIVILEGE! (Q&A Part 2), Kamis (12/8/2021), ia tak menampik bahwa dirinya mempunyai privilege.

Maudy pun dengan lugas mengakui bahwa dirinya memiliki privilege dari tempat ia dilahirkan dan orang tua yang membesarkannya.

"Jadi kalau misalnya aku ditanya, Kak Maudy privilege nggak? Totally. Aku ngerasa, mau itu situasi tempat dimana aku lahir, resources yang aku dapatkan, memiliki orang tua yang suportif akademis aja, itu privilege," akunya dengan bijak.

Meskipun begitu, Maudy menjelaskan bahwa tak semua orang yang ber-privilege bisa memanfaatkan hak istimewa tersebut dengan baik.

Sehingga pertanyaan lain yang selalu muncul baginya adalah bagaimana ia bisa memanfaatkan dengan baik privilege yang ia miliki.

"Aku juga akan bilang soal apa yang aku ingin lakukan dengan privilege itu, it's a different question. Apakah aku akan terus santai-santai aja, atau apakah aku akan memaksimalkan potensi itu," ungkap pelantun lagu Perahu Kertas itu.

Maudy pun menegaskan kalau ia tak membantah memiliki privilege. Namun yang utama adalah bagaimana ia memaksimalkan dan memanfaatkannya.

"Oke aku punya privilege, tapi paling nggak, aku punya pilihan. Untuk melakukan sesuatu dengannya dan memaksimalkannya, atau dengan tak melakukan apapun tentang privilege itu," ujar perempuan yang menempuh pendidikan S1 di Oxford University itu.

"Dan aku mudah-mudahan sih memilih jalur yang pertama gitu," tambahnya.

Masih dari video YouTube, Maudy Ayunda pun bercerita tentang ilmu apa saja yang ia dapat dari kuliah di Stanford University.

Sebagai informasi, Maudy Ayunda kuliah di Stanford University untuk gelar MBA atau Master Business Administration.

Baca Juga: Cerita Ibunda Maudy Ayunda Tentang Pendidikan Anaknya: Saya Enggak Pernah Paksa Belajar

Dari kuliahnya itu, Maudy mengaku banyak sekali kemampuan yang ia dapat.

"MBA itu memberikan beberapa skills yang menurut aku sangat penting untukku pada saat itu, yaitu memberikan skills problem solving, skill set, business skills," ujar Maudy Ayunda.

Tidak hanya kemampuan akademis, Maudy pun mengungkap kalau ia mendapatkan kemampuan non akademis atau soft skill yang akan berguna untuk nanti ke depannya.

"Lebih dari itu, MBA benar-benar memberikan kepercayaan diri untuk menjadi apa yang kamu mau, menjadi entrepreneur, mengambil risiko, dan aku merasa aku membutuhkan dorongan itu untuk saat itu," katanya menerangkan.

Namun yang utama Maudy mengatakan bahwa program MBA memberikan dia kemampuan bisnis.

"Tentunya karena programnya MBA, kita belajar banyak tentang kemampuan bisnis, kita belajar tentang finance, accounting," terangnya.

Perempuan kelahiran Desember 1994 itu juga mengatakan bahwa ia sangat mengembangkan kemampuan komunikasinya selama kuliah di Stanford.

"Tapi kita juga belajar tentang hal-hal sesimpel komunikasi gitu," katanya.

"Ada satu kelas namanya managing growing enterprise, dan kelas itu bener-bener didesain untuk kita yang misalnya nanti one day akan menjalankan perusahaan atau misalnya pengen memulai perusahaannya sendiri," ujar Maudy.

Baca Juga: Maudy Ayunda Lulus S2 di Stanford University, Ternyata Begini Pola Asuh Sang Mama hingga Jadi Anak yang Cerdas

"Jadi isi kelas itu cuman role play, gimana cara negosiasi dengan co-founder, menegur teammate ataupun anak buah dan lain-lain," jelasnya menerangkan.

Menurut Maudy, di kelas tersebut para mahasiswa S2 diajarkan praktik terbaik untuk menjadi pemimpin sebuah perusahaan atau pemimpin bisnis milik sendiri di masa depan.

"Jadi kita semua dilatih supaya kita punya best practices dan kita bisa menjadi leader yang lebih baik lagi, itu yang nggak paling nggak aku expect sebenarnya," kata Maudy.

Lebih lanjut, perempuan yang pernah masuk Forbes 30 Under 30 Asia itu mengatakan bahwa selama kuliah di Stanford, dia mendapat banyak dukungan dari orang di sekitar.

Termasuk salah satunya adalah kelas yang ia tempuh selama pendidikan.

"Yang spesial juga di sini adalah ada banyak support, jadi ada banyak sekali seminar-seminar gitu yang mengundang power couples, pasangan yang sama sama membagi tugas rumah tangga sama-sama berkarier dan tips triknya gimana," ujarnya.

Saat ditanya bagaimana Maudy melihat sistem belajar di Indonesia, ia mengatakan bahwa Indonesia bisa lebih meningkatkan rasa penasaran atau curiousity pada diri siswa.

Baca Juga: Ada Maudy Ayunda hingga Hwasa, Berikut Perempuan Asia dalam Forbes 30 Under 30 2021

Menurutnya, rasa penasaran yang tinggi itu akan menghasilkan anak-anak yang mempertanyakan segala hal, tidak menerima begitu saja akan hal-hal yang sudah lama dipercaya.

"Inovasi dan perubahan itu tercapai pada saat ada orang yang bertanya dan pada saat ada orang yang menantang," tegas Maudy.

"Dan menurut aku itu masih kurang ya, dan bener-bener harus diasah dan dari generasi yang lebih tuanya harus menerima saat ada tantangan tersebut karena sebenarnya itu sehat ya, dan itu adalah sebuah kerja sama," tutupnya. (*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania


REKOMENDASI HARI INI

Norma Maskulinitas: Menghambat Pemberdayaan VS Mendorong Kesetaraan