Parapuan.co - Ni Nengah Widiasih, atlet perempuan di Paralimpiade Tokyo 2020 cabor powerlifting bawa kabar bahagia nih, Kawan Puan.
Ya, Ni Nengah Widiasih, atlet perempuan di Paralimpiade Tokyo 2020 cabor powerlifting berhasil membawa medali perak untuk cabang olahraga angkat berat putri 41 kilogram.
Atlet asal Bali ini berhasil menduduki peringkat kedua usai bertanding dengan sembilan atlet powerlifting dari negara lain.
Wah, Kawan Puan, ini merupakan kabar bahagia untuk Indonesia. Terlebih, setelah perjuangan Ni Nengah Widiasih untuk menjadi atlet perempuan di Indonesia juga tidaklah mudah.
Baca Juga: Raih Perak, Ni Nengah Widiasih Sumbang Medali Pertama Indonesia di Paralimpiade Tokyo
Diketahui, Ni Nengah Widiasih sempat memperolah medali perunggu di Paralimpiade Rio 2016 lalu.
Lalu, bagaimana Ni Nengah Widiasih ini bisa mengikuti pertandingan dunia?
Melansir Tabloid Nova edisi 1494 10 - 15 Oktober 2016, Widi- biasanya disapa sudah melatih dirinya menjadi atlet powerlifting sejak kecil.
Anak kedua dari empat bersaudara ini diberikan peluang oleh orangtuanya untuk meraih impian menjadi atlet perempuan di Indonesia.
"Aku dibesarkan dalam keluarga yang penuh kehangatan. Mereka selalu memberikan support untukku. Bapak ibuku petani," curhatnya.
Meskipun besar dari keluarga sederhana, namun mereka hidup bahagia.
Dan, tak pernah sekalipun orangtuanya menganggap rendah kemampuan Widi, meskipun fisiknya terbatas.
Keterbatasan fisik Widiasih ini dimulai saat dirinya di usia balita.
Semula Widi lahir normal seperti bayi pada umumnya.
"Namun, saat umur tiga tahun, menurut cerita bapak dan ibu, suhu badanku mendadak tinggi. Belakangan aku divonis polio di bagian kaki
kiri.
Dan sejak umur empat tahun, cara jalanku tidak sempurna seperti orang-orang kebanyakan. Kakiku mengecil. Aku sendiri tidak tahu apakah aku tidak diberi vaksin polio waktu kecil," ujar perempuan berambut panjang ini.
Baca Juga: Kisah Ni Nengah Widiasih, Atlet Paralimpiade Tokyo 2020 Cabor Angkat Berat
Berat sudah pasti. Namun, Widi menyadari kalau dia harus menerima kondisinya ini.
"Meskipun difabel, orangtua memperlakukanku tak beda dengan tiga saudaraku lainnya. Perlu diketahui, kakak pertamaku juga difabel, sementara dua adikku tumbuh normal seperti orang-orang kebanyakan.
Meski aku dan kakakku difabel, toh, aku tetap bermain," ujarnya.
Orangtuanya pun mendukung Widi untuk menjadi atlet perempuan yang berprestasi.
Kisah Widi menjadi atlet bermula saat dirinya disekolahkan di YPAC, Jimbaran Bali.
"Aku masuk di YPAC sejak kelas IV SD. Entah mengapa, ketika kakakku I Gede Suantaka berlatih angkat berat, aku tertarik ikut-ikutan," ujarnya.
Akhirnya, dia pun ikut latihan angkat berat bersama kawannya di YPAC.
Meskipun, fasilitas olahraga di YPAC tidak terlalu lengkap. Tapi, Widi begitu senang melakukan angkat berat.
Di sinilah, Widi bertemu dengan pelatih yang memberikannya pelatihan angkat berat secara profesional.
"Aku masih ingat, saat itu ada seorang pelatih yang setia mengajariku. Namanya I Ketut Mija. Beliaulah yang pertama mengajariku angkat berat secara benar," lanjut Widi.
Baca Juga: Dukung Atlet Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020 Lewat Kampanye Semangat dalam Isyarat
Tak lama dari situ, Widi pun ikut Kejuaraan Nasional di Bali pada tahun 2006.
Dia pun mengikuti rangkaian latihan yang melelahkan, terlebih Bali menjadi tuan rumah. Otomatis, Widi pun harus melatih dirinya begitu keras.
"Aku, untuk pertama kalinya, berhasil menyabet medali emas dari nomor angkat berat Kejurnas. Waktu itu angkatanku masih sedikit, kalau tidak salah 45 kg, dan aku masih kelas 6 SD," ujarnya.
Sejak itu, Widi pun mengikuti rangkaian pelatihan untuk kompetisi dunia.
Ya, meskipun dia sibuk latihan, tapi Widi tak pernah lupa untuk belajar.
"Meski rajin ikut kompetisi, aku tak pernah melupakan urusan
pendidikan dan tetap rajin belajar.
Di sela-sela mengikuti Pelatnas, aku selalu membaca buku-buku
pelajaran," ujarnya.
Widi mengakui kalau pendidikan tetap penting, meskipun dia sudah mengantongi ragam medali selama menjadi atlet perempuan.
Meski begitu, Widi rupanya punya cita-cita ingin mendirikan gymnasium.
"Tapi aku sudah memiliki angan-angan memiliki gym sendiri. Aku ingin bisa berlatih bebas dengan peralatan lengkap.
Selain bisa kujadikan ladang usaha, gym ini juga bisa menunjang profesiku sebagai atlet angkat berat," ujarnya.
Baca Juga: Optimis, Sosok Syuci Indriani Tidak Akan Menyerah di Paralimpiade Tokyo 2020
Selain itu, dia juga ingin membantu rekan atlet difabel untuk bisa latihan dengan mudah.
"Jika aku bisa membangun gym, aku akan mempersilakan teman-teman difabel berlatih gratis," tutupnya.
Wah, semoga dengan kemenangan Ni Nengah Widiasih di Paralimpiade Tokyo 2020 bisa mewujudkan mimpinya, ya!(*)