Berdasarkan penjualan yang besar tersebut keuntungan yang seharusnya Megan terima adalah sekitar Rp 100 miliar.
Kontrak kerja Megan menunjukkan kesepakatan yang dia tandatangani dengan 1501 antara lain, label akan menerima kepemilikan rekaman masternya, 60% dari royalti rekaman bersihnya, 50% dari penerbitannya.
Tidak hanya itu, label juga mengklaim 30% dari pendapatan merchandising, sponsor, dan endorsement, dan 30% pendapatan dari konser dan penampilan langsung.
Baca Juga: Potret Misogini dalam Dunia Musik di Kasus Konservatori Britney Spears
Kini, label rekaman menjelma bak raksasa yang menguasai industri musik Amerika Serikat dan internasional.
Mereka mengambil untung dari karya dan prestasi yang dihasilkan oleh musisi yang dinaungi.
Megan Thee Stallion bukanlah yang pertama mengalami konflik dengan label rekamannya sendiri.
Industri musik hip-hop, ranah Megan berkarya, juga menjadi sasaran empuk permainan uang label rekaman.
Melansir dari media hip-hop Okayplayer, hip-hop menjadi bisnis besar telah menguntungkan sejumlah artis, menghasilkan banyak multi-jutawan dan menjadi ekonomi tersendiri.
Namun, seiring dengan kesuksesan itu, muncul pula keserakahan, ketidakpantasan finansial, dan taktik serta sifat buruk lainnya yang diterapkan oleh label yang mengambil untung dari musik.