Parapuan.co - Kesehatan seksual dan reproduksi perempuan perlu untuk dijaga, terutama jika perempuan telah aktif secara seksual.
Menjaga kesehatan seksual dan reproduksi perempuan dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat kontrasepsi yang tersedia.
Penggunaan alat kontrasepsi melindungi kesehatan seksual dan reproduksi perempuan dengan cara mencegah kehamilan tak direncanakan dan mengatur jarak kehamilan.
Selain itu, penggunaan alat kontrasepsi saat melakukan hubungan seksual pun dapat melindungi perempuan dari berbagai infeksi menular seksual (IMS) yang berbahaya.
Baca Juga: Pentingnya Penggunaan Kondom demi Menjaga Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan
Namun, masih banyak perempuan yang belum sadar akan pentingnya alat-alat kontrasepsi untuk melindungi kesehatan seksual dan reproduksinya.
Kurangnya literasi terkait alat kontrasepsi akhirnya menjerumuskan banyak perempuan pada kehamilan tak direncanakan baik di usia sangat muda, ataupun di usia tua yang masing-masing memiliki risiko tersendiri.
Tak jarang pula perempuan yang lebih memilih metode kontrasepsi dengan cara alami saja.
Metode kontrasepsi alami yang paling umum digunakan adalah metode KB kalender atau fertility Awareness Method (FAM), dan metode withdrawal atau pull-out.
Namun, apakah kedua metode kontrasepsi alami ini aman dan efektif untuk melindungi kesehatan seksual dan reproduksi perempuan?
Fertility awareness method (FAM) lebih dikenal dengan metode KB kalender di Indonesia.
Sebutan KB kalender ini tak lain karena metode kontrasepsi ini sendiri dilakukan dengan cara mencatat siklus menstruasi dan ovulasi di kalender.
Namun, dewasa ini sudah banyak aplikasi period tracking atau pencatat siklus menstruasi yang bisa diunduh lewat smartphone, sehingga tak perlu lagi repot-repot menandai kalender di meja.
Cara kerja FAM pada dasarnya adalah dengan menghindari hubungan seksual pada masa-masa subur perempuan, yang disebut juga dengan fertile window.
Pada masa subur ini, akan terjadi ovulasi, atau ketika ovarium melepaskan sel telur.
Dikutip dari Healthline, ovulasi pada umumnya akan terjadi pada hari ke-12 hingga ke-16 pasca hari pertama datang bulan.
Baca Juga: Kawan Puan Wajib Tahu, Apa Itu Ovulasi? Begini Cara Menghitungnya
Lima hari sebelum ovulasi, hari saat terjadinya ovulasi, dan 24 jam setelah ovulasi terjadi adalah masa-masa paling subur bagi perempuan, karenanya pada masa-masa ini kehamilan sangat mungkin terjadi.
Dengan FAM atau KB kalender, perempuan dapat lebih memahami siklusnya dan mengetahui kapan masa-masa suburnya untuk menghindari kehamilan.
Sementara itu, metode withdrawal atau metode pull-out adalah metode kontrasepsi dengan cara menarik penis keluar dari vagina sebelum terjadinya ejakulasi.
Metode ini memang lebih mudah tanpa perlu repot menghitung hari selama siklus menstruasi, namun metode ini 100% mengandalkan kesadaran diri dari laki-laki.
Baik FAM maupun withdrawal sama-sama merupakan metode kontrasepsi yang mudah dan lebih mudah dilakukan tanpa perlu mengonsumsi atau menggunakan alat kontrasepsi lainnya seperti pil, suntik atau spiral.
Keduanya pun memang sama-sama dapat mencegah kehamilan yang tak direncanakan.
Namun, kedua metode kontrasepsi alami ini tidaklah seefektif itu untuk mencegah kehamilan, sehingga tak dapat dijadikan satu-satunya metode kontrasepsi yang diandalkan.
Penghitungan tanggal pada metode FAM atau KB kalender, khususnya, tak selalu akurat.
Baca Juga: Lakukan Tes HIV untuk Ketahui Kondisi Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan
Masa subur tiap perempuan dapat berbeda-beda dan bergantung pada banyak faktor.
Di sisi lain, metode withdrawal pun juga sangat riskan.
Pasalnya, jika terlambat sedikit saja menarik penis dari vagina dan menjauhkannya dari area intim perempuan, maka kemungkinan sperma membuahi sel telur masih sangat besar.
Belum lagi, cairan pre-ejakulasi yang keluar dari penis saat berhubungan seksual bisa saja mengandung sperma.
Oleh karena itu, kedua metode kontrasepsi alami ini dapat dikatakan kurang efektif untuk melindungi dari kemungkinan kehamilan tak direncanakan.
Selain itu, keduanya pun jelas tak dapat melindungi perempuan dari risiko penyakit menular seksual seperti HIV, HPV, dan klamidia.
(*)