Parapuan.co - Angka kehamilan yang tak direncanakan mengalami peningkatan selama pandemi Covid-19.
Hal ini tak lagi mengherankan, sebab selama pandemi, banyak perempuan dan keluarga yang kehilangan akses pada program keluarga berencana.
United Nation Population Fund (UNFPA), sebagaimana dilansir dari Kompas.com, mengungkap fakta bahwa lebih dari 47 juta perempuan kehilangan akses pelayanan kontrasepsi di masa pandemi Covid-19.
Akibatnya, ada sekitar 7 juta kehamilan yang tidak direncanakan terjadi selama pandemi ini.
Baca Juga: Pernikahan Anak Makin Marak Selama Pandemi, Apa Bahaya Hamil di Usia Remaja?
Kondisi ini tak ada bedanya dengan yang terjadi di Indonesia sendiri.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahkan menyebutkan sejak pandemi Covid-19 pada Maret 2020 hingga kini, terjadi penurunan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat.
Membludaknya kasus Covid-19 dan PPKM pun kurang lebih berkontribusi terhadap kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan seputar keluarga berencana.
Kondisi ini diperparah dengan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang berbagai metode kontrasepsi darurat yang dapat menjadi alternatif untuk mencegah kehamilan tak direncanakan.
Walaupun banyak pasangan sudah menerapkan metode kontrasepsi alami seperti metode KB kalender (fertility awareness method) dan metode pull-out atau withdrawal, namun keduanya tak selalu efektif dalam mencegah kehamilan.
Penggunaan metode kontrasepsi darurat dapat menjadi pertolongan pertama saat metode kontrasepsi alami dirasa tidak efektif dalam mencegah kehamilan.
Kontrasepsi darurat yang bisa digunakan antara lain adalah IUD tembaga, pil ulipristal acetate, dan pil levonorgestrel.
Kedua pil tersebut juga sering disebut sebagai morning-after pill.
Metode kontrasepsi darurat ini efektif jika digunakan sesaat setelah melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi.
Melansir Planned Parenthood, setiap metode kontrasepsi darurat ini efektif dalam mencegah kehamilan jika dikonsumsi beberapa jam setelah berhubungan seksual.
Baca Juga: 5 Hal Ini Pantang Dilakukan Setelah Seks demi Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan
IUD tembaga efektif sebagai kontrasepsi darurat jika dilakukan pemasangan dalam kurun waktu selambat-lambatnya 120 jam (5 hari) setelah berhubungan.
Sama halnya dengan IUD tembaga, pil ulipristal acetate juga sebaiknya dikonsumsi selambat-lambatnya 120 jam (5 hari) pasca berhubungan seksual.
Namun, untuk pil levonorgestrel, sebaiknya dikonsumsi paling lama 72 jam atau 3 hari setelah melakukan hubungan seksual.
Diantara ketiga metode kontrasepsi ini, pil ulipristal acetate merupakan pilihan paling efektif dan mudah digunakan untuk mencegah kehamilan.
Walaupun bisa dikonsumsi selang satu hingga lima hari setelah melakukan hubungan seksual, namun mengutip WebMD, tetap saja metode kontrasepsi darurat ini baiknya digunakan sesegera mungkin.
Jika metode kontrasepsi darurat digunakan dengan benar, kemungkinan untuk hamil setelahnya hanya 1% hingga 2% saja.
Kontrasepsi darurat pun umumnya aman untuk digunakan oleh semua perempuan.
Namun, metode kontrasepsi darurat ini mungkin saja menyebabkan sejumlah efek samping ringan seperti mual, sakit perut ringan, dan sakit kepala.
Baca Juga: Alat Kontrasepsi IUD Menimbulkan Jerawat? Simak Penjelasannya Berikut
Kontrasepsi darurat juga tak sebabkan efek jangka panjang, terutama pada kesuburan perempuan.
Jika sedang tak menggunakan metode kontrasepsi apapun saat ini, disarankan untuk selalu menyediakan kontrasepsi darurat berupa morning-after pill untuk berjaga-jaga.
Walaupun demikian, bukan berarti metode kontrasepsi darurat ini dapat menggantikan metode kontrasepsi lainnya untuk jangka waktu panjang.
Sesuai namanya, metode kontrasepsi ini hanya digunakan dalam kondisi darurat atau terdesak.
Efektivitasnya dalam mencegah kehamilan pun tak setinggi metode kontrasepsi lainnya seperti pil, suntik dan IUD.
Selain itu, mengonsumsi kontrasepsi darurat terus menerus juga tidak lebih irit dibanding menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
(*)