3. Perilaku berulang
“Perilaku berulang ini terjadi karena anak sedang memproses apa yang terjadi di pikirannya, mengingat kemampuan kognitif anak yang terbatas,” jelas Dianda.
Oleh karena keterbatasan kemampuan kognitif tersebut, anak belum begitu memahami apa yang sebenarnya terjadi, sehingga anak bisa bertanya-tanya tentang keberadaan orang tua.
Nah perilaku berulang ini kemudian akan dilakukan anak dalam pengulangan cerita atau pertanyaan yang sama.
“Misalnya Kok Papa enggak pulang-pulang kenapa? Kan kemarin pamitnya kerja,” ujar Dianda mencontohkan.
Selain itu, bentuk perilaku berulang ini juga bisa dalam bentuk mengulang permainan yang terkahir kali dimainkan bersama orang tua hingga menonton film yang sama berulang kali.
Baca Juga: Kata Pakar Soal Apakah Anak Bisa Menambah Kebahagiaan Pasangan
4. Masalah emosi dan perilaku
Masalah emosi yang ditunjukkan anak sebagai bentuk dukanya biasanya terdiri dari mengamuk, membanting barang, marah, sampai tidak mau mengikuti aturan.
Selain itu, pada bentuk duka ini, anak juga bisa menunjukkan perilaku takut ditinggal pergi.
“Jadi setelah terjadi sesuatu yang besar, kepercayaannya terguncang, semuanya berubah, maka kecemasan muncul. Siapa nih yang nanti akan mendampingi, siapa yang akan mengurus?” terang Dianda.
Karena kecemasan tersebut, Dianda menyarankan agar anak langsung segera ditemani dan sebaiknya dengan orang yang sama.
Pasalnya jika orang yang menemani berganti-ganti, kecemasan tersebut bisa terjadi kembali pada anak.
“Sebaiknya konsisten orang yang sama, supaya kecemasannya ini bisa agak pudar,” pungkasnya.
Kawan Puan, itulah bentuk duka pada anak yang ditinggal orang tua saat pandemi.
Yuk kita pahami bentuk-bentuk duka pada anak ini, agar bisa mendampingi anak-anak yang ditinggal orang tua karena pandemi ini. (*)