Parapuan.co - Kawan Puan, beberapa pasangan yang belum memiliki keturunan tentu mencari cara agar segera mendapatkan momongan misalnya dengan program kehamilan (promil).
Hal yang sama pula diungkapkan oleh dr. Ni Komang Yeni Dhana Sari, Sp.OG pada PARAPUAN, Selasa (31/08/2021).
"Jadi pada wanita-wanita yang memang sedang program hamil biasanya sudah dalam proses menikah yang dirasa cukup lama," papar dokter spesialis kandungan dan kebidanan ini.
Baca Juga: Kisah Nakes Garda Terdepan Covid-19 : Sedih Ada yang Tidak Percaya dan Dituduh Mengcovidkan Pasien
Menurutnya biasanya kalau dari segi medis, mereka yang disebut sulit hamil atau mengalami infertilitas adalah pasangan usia subur yang tinggal bersama, berhubungan seks normal tanpa alat kontrasepsi dalam waktu 12 bulan namun belum dikaruniai anak.
dr. Yeni, sapaan akrabnya mengungkap bahwa biasanya di jangka waktu tersebut baik mertua, orang tua, tetangga, tante, bahkan nenek akan bertanya apakah sudah hamil atau belum.
Di mana pertanyaan tersebut membuat pasangan yang awalnya hanya santai saja menjadi mulai kepikiran mengapa tidak segera hamil.
"Nah itu yang mulai menjadikan dia resah, cemas gitu kemudian bertanya-tanya," tambahnya.
Apabila hal ini terjadi pada pasangan yang saling terbuka, maka kedua orang tersebut akan mendiskusikan untuk segera ke dokter.
Namun, hal ini tidak terjadi pada pasangan yang kurang suportif alias tidak terbuka, hingga pada akhirnya saling menuduh satu sama lain.
Bahkan dr. Yeni menyampaikan bahwa pihak laki-laki biasanya menyalahkan perempuan.
Tapi pada pasangan yang kurang suportif atau kurang terbuka biasanya saling tuduh-tuduhan apalagi terutama pihak laki biasanya pihak perempuan yang disalahin.
Baca Juga: Terlalu Sering Cek Gejala Gangguan Mental di Internet? Awas Ini Bahaya Self Diagnose
"Padahal ternyata memang selama pernikahan pastinya untuk bisa hamil its take two to tango (kedua belah pihak harus terlibat)," tegasnya.
dr. Yeni menegaskan bahwa dalam suatu hubungan masing-masing membawa pengaruh sebesar 50 persen.
"Ya kalau indungnya bagus rahimnya bagus tapi spermanya jelek kan bisa juga. Kalau indung telurnya jelek juga enggak bisa," ucapnya.
Menurutnya, hal-hal seperti itu yang menyebabkan menjadi saling tuduh-tuduhan, diam, dan bisa menjadi stresor yang mungkin tidak dirasa dalam diri.
"Jadi kecemasan yang mungkin tertahan atau tidak terjawabkan gitu ya, nah anxiety-anxiety (kecemasan-kecemasan) itu muncul yang menyebabkan konflik-konflik mulai di pasangan tersebut," tambahnya.
dr. Yeni mengungkap jika hal tersebut terjadi maka sebaiknya dikonsultasikan terelebih dahulu dan dokter memastikan sumber penyebabnya.
Apabila ditemukan salah satu dari pasangan mengalami kelainan diterima saja.
"Yang paling penting adalah penerimaan atau acceptance," sarannya.
Tak dipungkiri juga pada saat penerimaan, akan ada fase penolakan yang biasanya berjalan dalam waktu dua minggu.
"Tapi kalau proses denial-nya lebih dari waktu itu, kemudian menimbulkan keresahan yang berlebihan sampai stres sampai berantem, maka itu sepertinya harus konseling khusus ke psikolog atau psikiater untuk menjawab kecemasan tersebut," katanya.
Baca Juga: Apakah Penggunaan KB Bisa Sebabkan Mood Swing dan Depresi? Ini Penjelasan Ahli
Padahal harus diketahui Kawan Puan bahwa jika menerima terapi dengan baik, masalah penolakan bisa diselesaikan sesegera mungkin.
"Karena kita berpikir bahwa mungkin organnya tidak seberapa, tapi mentalnya doang yang mungkin kena," tuturnya.
Sebab, biasanya orang-orang yang sedang promil akan mendapat pendampingan psikolog atau psikiatri.
"Karena mental wellness atau mental health itu udah selalu menjadi dukungan utama. Prinsipnya kalau kedua belah pihak menerima, tidak saling menjatuhkan tidak saling menyalahkan rasanya proses itu akan jauh lebih baik," tutup dr. Yeni.
(*)