Parapuan.co - Kekerasan pada perempuan dan anak merupakan masalah yang harus menjadi perhatian lebih.
Kekerasan pada perempuan dan anak membuat korban kerap kali tidak berani mengungkapkan apa yang mereka alami, entah kekerasan secara fisik, mental atau seksual.
Kekerasan pada perempuan dan anak yang dialami akhirnya membuat korban tidak berani melapor atas kejahatan tersebut.
Untuk diketahui, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) membuka layanan call centre Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk para korban kekerasan.
Selain itu, korban kekerasan pada perempuan dan anak juga dapat melapor melalui WhatsApp di nomor 08111129129.
Layanan ini memberi akses untuk masyarakat melaporkan langsung kekerasan pada perempuan dan anak yang ditemui atau dialami sendiri.
Adanya layanan ini, Menteri Kemen PPPA Bintang Puspayoga berharap masyarakat terutama korban tidak takut melaporkan kekerasan.
"Sudah seharusnya penyintas atau pelapor diberikan kemudahan dalam mengadukan kasusnya sehingga bisa ditangani sesegera mungkin. Kami dorong para korban berani melaporkan kekerasan yang mereka alami," ungkap Bintang, seperti dilansir dari Kompas, Selasa (7/9/2021).
Lebih lanjut lagi, selain mempermudah korban mengakses call centre SAPA 129, ini bertujuan untuk mendata kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
Layanan ini merupakan implementasi Peraturan Presiden (PP) Nomor 65 Tahun 2020 terkait Penambahan Tugas dan Fungsi Kementerian PPPA.
Bintang menambahkan, kementerian/lembaga atau unit layanan di daerah dapat melaporkan langsung kejadian kekerasan pada perempuan dan anak yang ditemui atau dialami.
Lantas, apa saja jenis kekerasan pada perempuan dan anak?
Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan Secara Verbal Lebih Berbahaya Dibanding Fisik, Mengapa?
Jenis Kekerasan pada Perempuan
Dalam Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan (Catahu) Komnas Perempuan tahun 2020, ditemukan 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Data tersebut dihimpun dari pengadilan negeri dan agama, lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, dan Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR).
Kekerasan pada perempuan ini mulai dari kekerasan di ranah pribadi atau privat, yakni KDRT dan relasi personal.
Di antaranya terdapat kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (49 persen), dan kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20 persen).
Kemudian kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus (14 persen), sisanya kekerasan oleh mantan suami, mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
Setidaknya sepanjang 2020 ada 23 kasus (0,1 persen) menurut Catahu 2021 terkait kasus yang dilaporkan di ranah dengan pelaku negara.
Kekerasan di ranah negara di antaranya kasus perempuan berhadapan dengan hukum (6 kasus), kasus kekerasan terkait penggusuran (2 kasus), kasus kebijakan diskriminatif (2 kasus).
Sementara kasus dalam konteks tahanan dan serupa tahanan (10 kasus) serta kasus dengan pelaku pejabat publik (1 kasus).
Pada 2020, angka kekerasan pada perempuan mengalami penurunan 31,5 persen dari tahun sebelumnya.
Namun menurut Komnas Perempuan, penurunan jumlah kasus pada 2020 tidak berarti jumlah kasusnya menurun.
Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan juga Dialami Laki-Laki, Ini Cara Menyelamatkan Korban
Bentuk Kekerasan Selama Pandemi
Seperti diwartakan Kompas, Kamis (1/4/2021), survei dinamika Komnas Perempuan menemukan selama pandemi Covid-19 terjadi penurunan jumlah kasus.
Penurunan ini dikarenakan korban dekat dengan pelaku selama masa pandemi.
Korban cenderung mengadu pada keluarga atau diam, sebab literasi teknologi, dan model layanan pengaduan belum siap dengan kondisi pandemi.
Pengadilan agama membatasi layanannya dan proses persidangan akibat pandemi.
Catahu 2021 menemukan lonjakan pengaduan yang dipengaruhi kondisi pandemi.
Di antaranya kekerasan berbasi gender siber (KBGS) naik sebesar 348 persen.
Kemudian 409 kasus di 2019 menjadi 1.425 kasus di 2020.
Dua jenis KBGS yang kerap terjadi yakni penyebaran materi bermuatan seksual milik korban dan pengiriman materi seksual untuk melecehkan atau menyakiti korban.
Pelakunya yakni mantan pacar atau akun anonim.
Faktor meningkatnya data pelaporan yakni penggunaan internet selama pandemi, pemahaman KBGS di kalangan publik, dan penguatan kecerdasan digital di kalangan perempuan muda.
Baca Juga: Kata Pakar soal Pentingnya Peran Laki-Laki dalam Memberantas Kekerasan Seksual
(*)