Parapuan.co - Film Penyalin Cahaya karya Wregas Bhanuteja kembali mengumumkan jajaran pemain yang memperkuat cerita.
Dua aktor kawakan Indonesia, Lukman Sardi dan Ruth Marini, akan berperan sebagai orang tua Sur, tokoh utama yang dimainkan Shenina Cinnamon.
Kehadiran Lukman dan Ruth mengokohkan ensambel seni peran dalam film produksi Rekata Studio dan Kaninga Pictures.
Mereka juga memperkaya warna akting dari susunan pemainnya yang didominasi para talenta muda, seperti Shenina Cinnamon, Chicco Kurniawan, Lutesha, Jerome Kurnia, Dea Panendra, dan Giulio Parengkuan.
Dalam film yang akan melakukan World Premiere dan masuk program kompetisi utama di Busan International Film Festival (BIFF) ke-26 ini, Lukman Sardi memerankan karakter ayah Sur dan Ruth Marini menjadi ibu Sur.
Baca Juga: Penyalin Cahaya, Film Panjang Pertama Wregas Bhanuteja Angkat Isu Kekerasan Seksual
Keberadaan mereka sebagai orang tua berpengaruh besar terhadap perjalanan karakter Sur maupun konflik yang dialaminya.
Konflik yang dialami Sur bermula sejak ia harus kehilangan beasiswanya akibat dianggap mencemarkan nama baik fakultas usai swafotonya dalam keadaan mabuk beredar.
Ia tidak mengingat apa pun yang terjadi pada dirinya saat menghadiri pesta kemenangan komunitas teater di kampusnya.
Dalam pesta tersebut, Sur tidak sadarkan diri. Ia lantas meminta bantuan Amin (Chicco Kurniawan), teman masa kecilnya.
Amin juga merupakan tukang fotokopi yang tinggal serta bekerja di kampus, dan kemungkinan tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada Sur di malam pesta.
Berakting sebagai orang tua dalam film bukanlah hal asing baik bagi Lukman maupun Ruth Marini.
Namun, karakter orang tua yang dilakoni mereka dalam film ini memberikan perbedaan, tantangan, dan keunikan tersendiri, tak terkecuali bagi Ruth.
"Film ini menjadi istimewa buat saya, karena saya memerankan karakter ibu dari seorang korban kekerasan seksual," ungkap Ruth, dikutip dari rilis yang PARAPUAN terima.
"Film ini memperlihatkan bagaimana karakter ibu Sur berjuang di antara masalah relasinya dengan suaminya dan bertanggung jawab terhadap ekonomi keluarganya," tambahnya.
"Ia juga mengalami rasa sedih serta malu atas peristiwa kekerasan seksual terhadap anaknya, dan pilihannya untuk membela anaknya," lanjut Ruth.
Baca Juga: Angkat Isu Kekerasan Seksual, Wregas Bhanuteja Ungkap Proses Kreatif Film Penyalin Cahaya
Dari sudut pandang sebagai aktor sekaligus seorang perempuan, Ruth menilai kisah film ini menjadi penting untuk banyak orang.
Sebab, film ini memperlihatkan bahwa korban kekerasan seksual harus diberikan ruang yang aman untuk bicara.
"Keluarga, terutama orang tua, berperan sangat besar terhadap perlindungan maupun pemulihan korban kekerasan seksual," ungkap Ruth.
"Rasa percaya kepada keluarga dikembalikan, karena keluarga adalah tempat kembali dan kesaksian para korban bisa didengar," katanya lebih lanjut.
"Film ini juga mengembalikan rasa percaya kepada korban dan menunjukkan bahwa ia tidak sendirian," tambahnya.
Lukman Sardi juga membagikan pandangannya atas peran yang baru ini.
"Karakter ayah Sur bukannya tidak bertanggung jawab pada rumah tangga, tapi dia lupa bahwa seorang anak yang telah menjadi manusia dewasa juga punya harga diri, keinginan, rasa, dan hati," jelas Lukman Sardi.
"Harga diri bukan hanya milik ayah atau milik keluarga, apalagi kalau sudah menyentuh ke ranah pribadi. Ayah Sur tidak punya koneksi erat dengan anaknya," katanya lebih lanjut.
"Dia hanya berpikir bagaimana caranya agar nama baik keluarga dan dia sebagai ayah terjaga tanpa memikirkan perasaan maupun peristiwa yang dialami anaknya," tambahnya.
Dalam hal seni peran, Lukman Sardi dan Ruth Marini sudah tertempa dengan kuat.
Baca Juga: Jadi Pemeran Utama, Shenina Cinnamon Ungkap Karakter Sur di Penyalin Cahaya
Sebelum terjun berakting dalam film, Ruth lebih dulu mengasah kemampuan seni peran dan berkarya di panggung teater selama 15 tahun di Teater Satu Lampung.
Ruth lalu berakting pertama kali dalam film panjang lewat Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 pada 2018, yang membuatnya diganjar nominasi Pemeran Pendukung Wanita Terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2018.
Setelah itu, ia bermain dalam film Sebelum Iblis Menjemput (2018), Ratu Ilmu Hitam (2019), dan Asih 2 (2020).
Sementara Lukman Sardi berpengalaman akting sejak kecil melalui film panjang pertamanya Pengemis dan Tukang Becak (1978).
Pada awal era 2000-an, Lukman kembali menyeriusi karier akting dengan bermain film Gie (2004), yang membuatnya langsung dinominasikan sebagai Aktor Pendukung Terbaik FFI 2005.
Sejumlah film lain yang sukses melambungkan namanya dan menorehkan prestasi untuk Lukman, antara lain 9 Naga (2006), Nagabonar Jadi 2 (2007), Quickie Express (2007), Sang Pencerah (2010), Soekarno: Indonesia Merdeka (2013), 27 Steps of May (2018), hingga Gundala (2019).
Wregas Bhanuteja sebagai sutradara langsung merasa kedua aktor tersebut adalah pilihan yang tepat untuk memerankan orang tua Sur.
"Ruth Marini adalah aktor film dan teater yang sangat kuat. Banyak sekali ilmu dalam seni peran yang ia kuasai mencakup teknik vokal, raut wajah, maupun pernapasan," ungkap Wregas.
"Hal-hal inilah yang membuat saya merasa ia sangat kuat untuk memerankan ibu Sur. Sosok yang dipenuhi tekanan dari berbagai sisi kehidupan dan harus terus bekerja untuk ketahanan hidup keluarganya," lanjutnya.
"Banyak lapisan emosi yang sudah terpendam lama, dan semua lapisan itu harus terwujud melalui raut wajah. Hanya dengan melihat wajahnya pun, kita tahu sejarah yang telah dilalui karakter ibu Sur," tutupnya.
Baca Juga: Lutesha dan Jerome Kurnia Ikut Berakting dalam Film Penyalin Cahaya Karya Wregas Bhanuteja
Sementara kekuatan Lukman Sardi, menurut Wregas, terletak pada matanya. Kekuatan mata ini Wregas amati sejak pertama kali melihat akting Lukman dalam Sang Pencerah.
"Ia mampu menahan emosi yang meluap-luap, yang tidak harus terwujud dari kata-kata maupun gerak tubuh, melainkan hanya diwujudkan dari mata. Mata yang menahan emosi dan perasaan," papar Wregas.
"Pada saat memikirkan peran ayah Sur ini, pikiran saya langsung tertuju pada Lukman Sardi. Bagaimana suatu perasaan yang campur aduk mencakup tekanan sosial, rasa sayang terhadap anak, spiritualitas, dan lain-lain harus dipadukan," tambahnya.
Penyalin Cahaya merupakan debut film panjang Wregas Bhanuteja. Sebelumnya, ia sudah membuat film-film pendek yang berhasil masuk kompetisi festival film internasional.
Dalam kompetisi utama Busan International Film Festival (BIFF) pada Oktober mendatang, film Penyalin Cahaya akan bersaing dengan sepuluh film dari delapan negara lain. (*)